Al-Battani (Albategnius)
Pascaperadaban Yunani, kemajuan
peradaban Islam berikut ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang astronomi,
telah diakui oleh dunia. Selama kurang lebih 14 abad, Islam sempat bertengger
dipuncak pimpinan peradaban dunia dan memecahkan rekor sebagai pearadaban yang
paling lama berjaya. Dengan sistem pemerintahannya, khilafah Islam kala itu telah
terbukti menjadi negara terdepan pada masa kejayaannya. Tidak hanya bermanfaat
bagi Islam sendiri tetapi juga mampu menerangi kehidupan bangsa lain yang masih
gelap dengan ilmu pengetahuan, khususnya Benua Eropa.
Secara kontinu, Islam pun
terus melahirkan banyak pakar dalam berbagai ilmu pengetahuan khususnya dalam
hal astronomi. Salah satu dari sekian banyak pakar tersebut adalah Abu Abdullah
Muhammad Ibn Jabir Ibn Sinan al-Battani al-Harrani, atau yang lebih dikenal dengan
sebutan al-Battani.
A.
Riwayat Hidup dan Pendidikan al-Battani
Nama lengkap al-Battani adalah Abu Abdullah Muhammad
ibn Jabir ibn Sinan Al-Battani al-Harrani. Di Eropa, ia dikenal dengan sebutan Albategnius
atau al-Batenus. Ia lahir pada tahun 858 M di daerah Battan, Harran,
yang terletak di Barat Daya Irak. Cucu dari ilmuwan Arab terkemuka, Tsabit bin
Qurah, yang dikenal sebagai ahli astroomi dan matematika terbesar di dunia pada
abad pertengahan ini wafat pada tahun 317 H (929 M).
Awalnya, al-Battani hidup di kalangan komunitas Sekte
Sabian, sebuah sekte pemuja bintang yang religius dari Harran yang memiliki motivasi
kuat untuk mempelajari ilmu perbintangan. Sekte Sabian ini banyak menghasilkan
para ahli matematika dan ahli falak terkemuka seperti Thabit bin Qurrah. Namun
meski demikian, al-Battani bukanlah seorang Sabian, mengingat bahwa nama yang
melekat pada dirinya menunjukkan bahwa ia adalah seorang Muslim.
Kepakaran dan popularitas yang diraih al-Battani sebagai
ahli astronomi dan matematika terbesar di dunia pada abad pertengahan kiranya
tak bisa dilepaskan dari latar belakang keluarganya yang memiliki darah
ilmuwan. Ayahnya yang bernama Jabir ibn Sinan dan merupakan seorang pakar sains
terkenal telah mengarahkan putranya untuk menekuni dunia pengetahuan sejak
kecil. Kepada ayahnyalah al-Battani belajar astronomi dan matematika. Memasuki
masa remaja, al-Battani berhijrah ke Raqqa yang terletak di tepi sungai Eufrat untuk
menekuni bidang sains. Di kota inilah al-Battani melakukan berbagai penelitian
hingga menemukan beragam penemuan cemerlangnya. Kala itu, Raqqa menjadi
terkenal dan mencapai kemakmuran karena khalifah Harun al-Rasyid, khalifah
kelima dalam dinasti Abbasiyah, membangun sejumlah istana di kota tersebut pada
14 September 786 sebagai salah satu bentuk penghargaan atas sejumlah penemuan
yang dihasilkan oleh penelitian yang dilakukan al-Battani. Usai pembangunan
sejumlah istana di Raqqa, kota ini pun menjadi pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan
perniagaan.
Ali bin Isa Al-Asthurlabi atau Yahya bin Abu Manshur yang
merupakan dua ilmuwan terkemuka dalam bidang astronomi yang hidup pada masa
al-Battani bisa jadi—meski tidak ada data yang pasti akan hal ini—merupakan
guru astronomi dari al-Battani selain dari ayahnya. Namun yang jelas, al-Battani
telah menguasai berbagai buku astronomi yang banyak beredar pada masanya,
terutama buku Almagest karya Ptolemaeus.
Ibnu an-Nadim dalam Al-Fihrist menyebutkan
bahwa al-Battani memulai perjalannya mengamati masalah-masalah astronomi sejak
tahun 264 H (878). Dengan pendapat ini benar, berarti al-Battani pernah tinggal
dalam waktu yang cukup lama di kota Raqqa dan melakukan penelitian astronomi
yang berhasil ditemukannya pada tahun 306 H (918 M). Selain itu, al-Battani juga
pernah tinggal lama di kota Anthakiyyah di utara Syria, tempat dia membuat
teropong bintang yang disebut dengan "Teropong Al-Battani." Secara
umum, masa di mana al-Battani hidup adalah masa kejayaan ilmu astronomi Arab
dan masa ditemukannya berbagai penemuan ilmiah di Arab dalam bidang ini.
Sebagai seorang pakar dalam bidang astronomi, al-Battani
juga telah mengarang banyak buku yang berisi tentang hasil pengamatan
bintang-bintang, perbandingan antara berbagai kalender yang digunakan di
berbagai suku bangsa (Hijriyah, Persia, Masehi, dan Qibti), dan berbagai
peralatan yang digunakannya dalam mengamati bintang-bintang serta cara
membuatnya. Di antara buku-buku karangannya yang paling terkenal adalah Zij
Ash-Shabi’ atau Zij al-Battani (buku ini terdiri dari pengantar dan lima
puluh tujuh pasal yang kebanyakan isinya berasal dari pengalamannnya mengamati
bintang-bintang serta pemikiran dan teorinya dalam ilmu astronomi). Dalam
pengantar kitab ini, al-Battani berkata, "Ilmu yang paling mulia
kedudukannya adalah ilmu perbintangan. Sebab, dengan ilmu itu dapat diketahui
lama bulan dan tahun, waktu, musim, pertambahan, dan pengurangan siang dan
malam, letak matahari dan bulan erta gerhananya, serta jalannya planet ketika
berangkat dan kembali."
Selain Zij ash-Shabi’, karya al-Battani yang
lainnya dalam bidang astronomi adalah Risalah fi Tahqiqi Aqdari
Al-Ittishalat, Ma'rifati Mathali' al-Buruj fi ma Baina Arba' al-Falak,
Ta'dil al-Kawakib, Syarh Arba' Maqalat li Bathlimus, dan Kutub wa
Rasa'il fi Ilmi Al-Jughrafiya.
B.
Sumbangsih Pemikiran al-Battani
Al-Battani dikenal sebagai seorang ilmuwan dalam
bidang astronomi yang diklaim berjasa menemukan hitungan jumlah hari dalam
setahun (dalam tahun masehi) berdasarkan penghitungan waktu yang digunakan bumi
untuk mengelilingi matahari, yakni 365 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24 detik.
Almanak yang diciptakan oleh al-Battani diakui merupakan sistem perhitungan
astronomi yang paling akurat, yang sampai kepada kita sejak abad pertengahan. Bahkan
pada abad pertengahan, orang-orang Eropa menggunakan sistem ini sampai abad
pencerahan.
Selain almanak, al-Battani juga berhasil
memperbaiki nilai keseimbangan pada musim panas dan musim dingin dan berhasil
menghitung nilai kecondongan bintang-bintang di siang hari dan mendapatkannya
berada pada posisi 23 dan 35 derajat.
Persamaan Trigonometri al-Battani
Sementara dalam bidang matematika (trigonometri,
aljabar, geometri) dan geografi, al-Battani dianggap sebagai orang yang pertama
kali mengganti kata "ganjil" yang dipakai oleh Ptolemaeus dalam sinus
trigonometri dan orang pertama yang menghitung tabel matematika untuk
mengetahui titik pada garis yang bengkok. Selain itu, al-Battani juga menemukan
sejumlah persamaan trigonometri dan memecahkan persamaan sin x = a cos x dan
menemukan rumus:
No comments:
Post a Comment