BAPAK GEODASI: Abu
Raihan Muhammad Ibn Ahmad al-Biruni
Abu al-Rayhan Muhammad ibn Ahmad
al-Biruni (973-1048) atau di Barat
umumnya dipanggil sebagai Alberonius (bahasa Latin) adalah sarjana Muslim Persia polymath (multidisiplin) dari daerah Khwarizm. Al-Biruni dianggap sebagai salah satu saintis terbesar Islam era
Abad Pertengahan yang telah memberikan sumbangan penting dalam fisika,
matematika, astronomi dan ilmu pengetahuan alam laininya, serta juga dikenal
sebagai sejarawan dan ahli bahasa. Dia yang fasih berbahasa Khwarizmi, Persia,
Arab, Sansekerta, Yunani, Ibrani dan Suryani juga dianggap sebagai Bapak
Geodesi, ahli ilmu bumi (geografi) dan pendiri Indologi (ilmu tentang India).
Dia penulis yang terbuka bagi adat dan kepercayaan berbagai bangsa dan pada
abad ke-11 diberi gelar al-Ustadh (Syeikh atau The Master) karena kedalaman ilmunya.
A. Riwayat
Hidup dan Pendidikannya
Al-Biruni
lahir di luar distrik Kath, ibu kota Dinasti Afrighid, Khwarizm atau
Chorasmiayang kini masuk wilayah Uzbekistan pada tanggal 4 September 973. Kala itu Dinasti Afrighid berada di
bawah kekuasaan Kekaisaran Samanid. Kata “Biruni” berarti
“dari luar kabupaten”, dan kata ini kelak disematkan kepadanya, Al-Biruni
(orang dari luar kabupaten). Dari kecil sampai umur 25 tahun Al-Biruni
menghabiskan hidupnya di Khwarizm. Hingga usia itu ia sudah fasih dalam ilmu fiqih, ilmu kalam, tata bahasa, matematika,
astronomi, dan ilmu lainnya. Pada usia itu pula Al-Biruni sudah menjadi tenaga medis.
Dari
Khwarismi hingga wilayah Turki kala itu memang terkenal sebagai daerah dengan
tradisi ilmiah yang sangat berkembang, sehingga kecerdasan dan kedalaman
Al-Biruni dalam berbagai ilmu pengetahuan tidaklah muncul dari ruang hampa
budaya. Tetapi
tidak ada keterangan tentang siapa saja guru Al-Biruni dan di daerah mana saja dia telah menghabiskan riwayat
pendidikannya.
Al-Biruni
sangat bersimpati kala Afrighid ditaklukkan oleh Dinasti Ma’munid (dipimpin oleh Ma’mun bin Muhammad
I), pada tahun 995. Pada tahun itu, Al-Biruni
meninggalkan tanah kelahirannya, karena Afrighid dalam kondisi labil secara
sosial. Ia mengembara ke Bukhara, sebuah daerah yang kala itu masuk dalam
wilayah Kekaisaran Samanid, dipimpin oleh Mansur bin Nuh II. Di sana
ia membangun pertemanan dengan Ibnu
Sina dan keduanya konon juga membangun relasi
dagang (barang-barang dagangannya kini masih ada di museum-museum Persia).
Pada
998, Al-Biruni pergi ke istana Ziyarid
(Rey), dan bertemu dengan pemimpin Tabaristan, Syam al-Mu’ali Abu al-Hasan
Bhabus biin Wushmgir. Dia tinggal beberapa waktu di Ziyarid. Di sana ia menulis karyanya penting pertamanya, al-Athar
al-Baqqiya'an al-Qorun al-Khaliyya (diterjemahkan
menjadi “Kronologi Bangsa-Bangsa Kuno” atau “Sisa-Sisa Masa Lalu”). Buku
sejarah itu bersifat kronologi ilmiah, diterbitkan pertama kali oleh Al-Biruni
pada tahun 1000 AD.
Setelah
itu Al-Biruni mengunjungi al-Marzuban, penguasa istana Bavandid. Di sana, ia menerima informasi tentang kematian raja Afrighid di tangan raja
Ma’munid. Dinasti Ma’munid ini dengan kekuasaannya yang pendek (995-1017)
memerintah Khwarizm. Pusat kekuasaannya berada di Gorganj (juga di Khwarezm).
Kelak Ma’munid terkenal karena pernah mengumpulkan para ilmuwan yang brilian.
Pada
1017, Mahmud
Ghazni menaklukkan Rey dan mengakhiri kekuasaan Dinasti Ma’munid. Sebagian ilmuwan, termasuk Al-Biruni, kemudian dibawa ke Ghazna,
ibu kota Dinasti Ghaznavid. Al-Biruni diangkat sebagai penasehatnya dan dibawa serta oleh
Sultan Mahmud dalam invasinya ke daratan India. Al-Biruni tinggal di sana
selama beberapa tahun. Dan selama beberapa tahun itu Al-Biruni mempelajari
semua hal yang berhubungan dengan India. Setelah benar-benar paham dengan India,
Al-Biruni kemudian mengarang Kitab al-Hind
Ta'rikh, sebuah
buku pertama tentang sejarah India. Buku itu diterbitkan pada tahun 1030 dan sejak itu pula Al-Biruni ditahbiskan sebagai
Bapak Indologi.
Al-Biruni terus menjadi panasehat Sultan
Ghazna sampai kematiannya. Dia meninggal pada tanggal 13 Desember 1048 di
Ghazni Afganistan dalam umur 75 tahun. Para ilmuwan Barat menganggap al-Biruni sebagai salah satu
tokoh yang mempunyai pengaruh besar bagi bangsa Barat dan ilmu pengetahuan
modern.
B.
Pemikiran dan Karya-Karyanya
Dari 146
buku yang diketahui ditulis oleh Al-Biruni, 90 buku di antaranya membahas
tema-tema astronomi, matematika, dan geografi matematis. Di dalam
karya-karyanya dalam bidang astronomi, bab terakhirnya Al-Biruni selalu
membahas astrologi dan sangat mengutuknya sebagai sihir. Oleh karenanya, astronomi
Al-Biruni adalah astronomi ilmiah murni yang sudah benar-benar dijauhkan dari
pengaruh astrologi.
Ketika
Al-Biruni hidup, muncul spekulasi di kalangan ilmuwan Muslim tentang
kemungkinan gerakan bumi. Al-Biruni tidak menyangkal mereka yang mengatakan
Bumi diam atau mereka yang mengatakan Bumi berputar. Tetapi secara khusus dia
membuktikan dalam skala observasi dan teoritis yang membuktikan bahwa Bumi
berputar. Ia menulis sebuah komentar secara ekstensif ketika membahas astronomi
India dalam Kitab al-Hind ta'rikh, di mana
ia mengklaim telah memecahkan masalah rotasi bumi dalam sebuah karya
astronominya, Miftah-ilm-alhai'a (Kunci Astronomi). Namun sayang, karya itu kini sudah tidak
ada.
Di dalam Kitab al-Hind ta'rikh, Al-Biruni
teorinya tentang rotasi Bumi: “Rotasi Bumi sama sekali tidak merusak nilai
astronomi, karena semua hal dari karakter teori astronomi ini dapat juga
dijelaskan menurut teori yang lain. Namun
demikian, alasan lainlah yang membuat (rotasi Bumi) tidak mungkin. Problem ini
paling sulit dipecahkan. Yang
paling menonjol dari astronom modern dan kuno adalah bahwa mereka sangat
antusias mempelajari pertanyaan tentang bergerak Bumi, dan mencoba untuk
membantahnya. Kami
(Al-Biruni) juga telah menyusun sebuah buku tentang subjek itu yang bertajuk Miftah-ilm-alhai'a, di mana
kami berpikir bahwa kami telah melampaui pendahulu kami, jika tidak dalam
kata-kata, di semua skala dalam hal ini.”
Ilustrasi pergerakan fase bulan dari buku karya Abu Rayhan
al-Biruni
Diagram yang menggambarkan metode yang diusulkan dan digunakan
oleh Al-Biruni untuk memperkirakan radius dan keliling Bumi
Dalam
penjelasannya tentang astrolab
Sijzi, Al-Biruni juga membahas
perdebatan kontemporer tentang pergerakan Bumi. Dia
menampilkan korespondensi dan perdebatan panjangnya yang sangat panas dengan
Ibnu Sina , di mana Al-Biruni berulang kali menyerang fisika langit Aristoteles. Al-Biruni sependapat dengan eksperimen sederhana tentang bahwa
ruang vakum harus ada. Oleh karenanya Al-Biruni merasa “kagum” dengan kelemahan
argumen Aristoteles tentang orbit elips atas dasar bahwa orbit elips tercipta
dari vakum. Al-Biruni menyerang ketetapan koordinat bola langit dan argumen
astronomi Al-Biruni lainnya.
Dalam
karya astronomi utamanya yang sekarang masih ada, Mas’udi
Canon, Al-Biruni
menggunakan data pengamatan untuk membuktikan pergerakan apogee (jarak terdekat
Bulan terhadap Bumi) dari Ptolemy. Di dalamnya Al-Biruni membahas tentang fase-fase dan gerhana Bulan, serta
metode yang dia ciptakan untuk mengukur radius dan keliling Bumi.
Di
kemudian hari, pada tahun 1749, data gerhana Al-Biruni digunakan oleh Dunthorne
untuk membantu menentukan percepatan
Bulan. Data pengamatan Al-Biruni
terhadap Bulan dan Bumi telah menjadi catatan sejarah astronomi yang sangat
besar dan masih digunakan sampai sekarang, terutama
dalam astronomi dan geofisika. Hal ini membuktikan, bahwa kecanggihan
eksperimen Al-Biruni setingkat dengan kecanggihan teoritisnya.
Tidak
hanya astronomi, Al-Biruni juga memberikan sumbangan amat berharga dalam
fisika. Al-Biruni menciptakan metode percobaan mekanika untuk menguji keabsahan
teori-teori mekanika. Al-Biruni juga mengelaborasi ilmu statika dan dinamika
dalam satu-kesatuan mekanika. Lalu, ilmu mekanika yang sudah unity itu, dikombinasikan lagi dengan
ilmu hidrostatika, sehingga dengan ini terciptalah apa yang kita kenal sekarang
dengan ilmu hidrodinamika.
Di dalam
bidang geografi, kontribusi Al-Biruni sudah tidak diragukan lagi, sebab para ilmuwan
Barat sepakat dia dinobatkan sebagai “Bapak Geodesi”. Geodesi adalah ilmu
tentang pengukuran dan representasi Bumi. John J. O’Connor dan Edmund F.
Robertson dalam karyanya, Abu Arrayhan
Muhammad bin Ahmad al-Biruni, menulis: “Kontribusi
penting dalam geodesi dan geografi dilakukan oleh Al-Biruni. Dia memperkenalkan
teknik untuk mengukur Bumi dan jarak antar tempat di Bumi dengan menggunakan
triangulasi. Dia menemukan radius Bumi sebesar 6.339,6 km. Nilai ini tidak
diperoleh di Barat sampai abad ke-16 . Canon Masudic-nya berisi tabel koordinat 600 tempat, dan hampir semua
tempat-tempat itu ia kunjungi secara langsung.”
Pada
usia 17, Al-Biruni sudah menghitung lintang wilayah Kath dengan menggunakan ketinggian maksimum Matahari. Biruni
juga memecahkan persamaan geodesik kompleks untuk dipergunakannya menghitung keliling Bumi secara akurat, di mana dia menghasilkan nilai yang dekat dengan nilai modern. Perkiraannya
6,339.9 km untuk radius
Bumi, hanya kurang 16,8 km dari nilai
modern, 6,356.7 km.
Berbeda dengan
pendahulunya yang diukur keliling bumi melalui ipenampakan Matahari secara
simultan dari dua lokasi yang berbeda, Al-Biruni mengembangkan metode
trigonometri baru yang berdasarkan pada sudut antara tanah datar dan gunung. Hasilnya lebih akurat dan memungkinkan dilakukan oleh hanya satu orang dari
satu lokasi saja. Al-Biruni menerapkan metodenya ini di pegunungan di Pind Dadan
Khan (Pakistan). Dari puncak gunung, ia menentukan sudut kemiringan yang,
bersama dengan ketinggian gunung (yang ia dihitung sebelumnya), ia diterapkan
dalam rumus hukum sinus. Ini merupakan upaya pertama dalam sejarah mengenai
penggunaan sudut turun dan penggunaan praktis paling awal dari hukum sinus.
Al-Biruni
juga membuat penggunaan aljabar
untuk merumuskan persamaan trigonometri dan
menggunakan astrolab
untuk mengukur sudut. Caranya
bisa diringkas sebagai berikut: Al-Biruni pertama kali menghitung ketinggian
gunung dengan pergi ke dua titik yang terpisah di permukaan laut, kemudian
mengukur sudut antara dataran dan puncak gunung untuk kedua titik. Dia
membuat kedua pengukuran menggunakan astrolabe. Dia
kemudian memakai rumus
trigonometri ciptaannya yang
berkaitan dengan jarak (d) antara kedua titik dengan garis singgung dari sudut-sudutnya (θ) untuk
menentukan ketinggian (h) dari gunung:
Dia
kemudian berdiri di titik tertinggi gunung, di mana dia mengukur sudut miring
menggunakan astrolabe. Untuk
menghitung radius Bumi, ia
menerapkan nilai-nilai sudut kemiringan dan ketinggian gunung yang diperolehnya
ke dalam rumus trigonometri berikut:
Di mana:
R = radius Bumi
h =
ketinggian gunung
θ = sudut kemiringan
Pada
usia 22, Al-Biruni menulis studi tentang proyeksi peta, Kartografi,
termasuk metode untuk memproyeksikan belahan Bumi ke dalam bidang. Sekitar tahun 1025, Al-Biruni adalah orang pertama yang
menggambarkan kutub azimut dengan proyeksi jarak yang sama dari bola langit. Al-Biruni
juga dianggap sebagai orang yang paling terampil melakukan pemetaan dan
mengukur jarak kota-kota yang didatanginya. Hal ini ia lakukan selama
bertahun-kota di Timur
Tengah dan di Benua India. Al-Biruni
sering mengombinasikan analisis astronomi dengan persamaan matematika dalam
rangka mengembangkan metode penentuan koordinat sebuah tempat dengan hanya
menggunakan derajat garis
lintang dan bujur.
Selain itu, Al-Biruni juga membahas geografi manusia dan kelayakhunian Bumi. Dia memunculkan hipotesis bahwa sekitar seperempat dari permukaan
bumi ini dihuni oleh manusia, dan juga berpendapat bahwa pantai Asia dan Eropa
yang “dipisahkan oleh laut yang luas, terlalu gelap dan padat untuk dinavigasi
dan terlalu berisiko untuk dilakukan percobaan”. Temuannya yang luar biasa
banyak dalam geodesi dan geografi inilah yang membuat para ilmuwan merasa layak
jika titel “Bapak Geodesi” disematkan kepadanya.
Di dalam
bidang farmakologi dan mineralogi, Al-Biruni berhasil menentukan berat jenis
sejumlah logam dan mineral dengan presisi yang luar biasa. Keberhasilan ini
tidak lepas dari kenyataan bahwa dia membangun sendiri alat-alat laboratorium
untuk penentuan berat jenis tersebut.
Di dalam
bidang sejarah, dimulai sejak Al-Biruni mengarang pertama kali buku tentang
sejarah politik Khwarizm, Kitab
al-musāmara fi akbar Khārazm (Kitab Percakapan Malam tentang Urusan
Kharazm), sebuah kitab yang kini hilang dan kita hanya mengenal isinya dari
kutipan oleh Baihaqi dalam Tarikh-e
Mas'udi. Di
dalam buku sejarahnya yang lain, al-Athar
al-Baqiya dan Qonun al-Mas’udi, Al-Biruni mendiskusikan banyak hal tentang peristiwa sejarah dan
metodologi sejarah yang ditemukannya sehubungan dengan daftar raja-raja, serta
sejarah tempat-tempat di India.
Al-Biruni
merupakan salah satu otoritas Muslim yang paling penting tentang sejarah agama. Al-Biruni
mempelopori studi perbandingan agama pertama dalam sejarah. Ia
mempelajari Islam, Zoroastrianisme, Yahudi, Hindu, Kristen, Budha, dan
agama-agama lain. Dia memperlakukan agama sebagai sesuatu yang obyektif, berusaha
untuk memahaminya dengan cara agama memandang dirinya sendiri daripada mencoba
untuk membuktikan bahwa agama-agama itu salah.
Konsep
yang mendasarinya adalah bahwa semua budaya setidaknya merupakan saudara jauh
dari semua budaya lain karena mereka semua merupakan konstruksi manusia. “Apa yang tampaknya didebat oleh Al-Biruni
adalah bahwa ada unsur yang umum dari manusia dalam setiap kebudayaan yang
membuat semua budaya merupakan kerabat jauh satu terhadap lainnya, namun mereka
tampak asing satu sama lain.”
(Rosenthal, 1976).
Al-Biruni
muak dengan para ilmuwan yang gagal melibatkan sumber utama dalam perlakuan
mereka terhadap agama Hindu. Dia menemukan sumber yang mereka pakai dalam melihat agama Hindu
tidak jujur. Dipandu oleh rasa etika dan keinginan untuk belajar, Al-Biruni
berusaha untuk menjelaskan perilaku keagamaan kelompok yang berbeda-beda, tidak
hanya Hindu, tetapi juga agama-agama lain yang diperbincangkannya.
Al-Biruni
membagi kelas penganut agama Hindu menjadi kelas berpendidikan dan kelas tidak
berpendidikan. Dia menggambarkan kelas yang berpendidikan menganut monoteisme,
percaya bahwa Allah adalah satu, abadi, Mahakuasa, dan mereka menghindari
segala bentuk penyembahan berhala. Al-Biruni
mengakui bahwa kelas yang tidak berpendidikan membuat Hindu tercitra sebagai
agama yang menyembah banyak berhala yang konsep antropomorfisme Allah oleh
beberapa aliran dalam Islam (seperti Jabariyah) diadopsi.
Ketenaran
Biruni sebagai Indologist terletak pada dua karyanya: Pertama, Al-Biruni menulis karya ensiklopedis tentang India berjudul Tarikh Al-Hind (Sejarah India) di mana
ia menjelajahi hampir setiap aspek kehidupan India, termasuk agama, sejarah ,
geografi, geologi, ilmu pengetahuan dan matematika. Dia
mengeksplorasi agama India dalam konteks budaya India yang kaya. Dia
mengungkapkan tujuannya dengan sangat fasih: “Saya tidak akan menghasilkan argumen antagonis untuk menyanggah seperti
yang mereka lakukan, karena saya percaya dengan begitu saya salah. Buku
saya hanyalah sebuah catatan sejarah yang sederhana tentang fakta. Saya
akan menempatkan diri sebelum para pembaca teori Hindu menjadi seperti mereka,
dan saya akan menyebutkan teori mereka yang sama dengan teori-teori Yunani
untuk menunjukkan hubungan yang ada di antara mereka.”
Al-Biruni
menganalisis secara ringkas mengapa banyak orang Hindu membenci umat Muslim. Dia
menjelaskan bahwa Hindu dan Islam sama sekali berbeda satu sama lain. Selain
itu, umat Hindu India di di abad ke-11 menderita oleh gelombang serangan yang
merusak banyak kota, dan tentara Islam membawa paksa banyak orang Hindu ke
Persia untuk diijadikan budak. Hal ini diklaim Al-Biruni sedikit banyak
memberikan kontribusi terhadap kecurigaan umat Hindu kepada semua orang asing,
bukan hanya orang Islam. Hindu menganggap kaum Muslim keras, sehingga mereka tidak ingin
berbagi apa pun dengan kaum Muslim.
Seiring
waktu, Al-Biruni mencoba mencairkan suasana dengan mendatangi dan menyambut
para tokoh Hindu sewaktu dia di India. Al-Biruni
mengumpulkan buku dan belajar kepada tokoh Hindu sehingga dia menjadi fasih
dalam bahasa Sansekerta, menemukan dan menerjemahkan matematika, ilmu
pengetahuan, kedokteran, astronomi dan bidang-bidang seni seperti yang
dipraktekkan di abad ke-11 India ke dalam bahasa Arab.
Al-Biruni
terinspirasi oleh argumen para tokoh India yang percaya bahwa rotasi Bumi harus
berbentuk ellipsoid. Karena kala itu belum ditemukan benua di kutub selatan
bumi, maka pengetahuan tentang rotasi Bumi mengelilingi Matahari adalah
satu-satunya cara untuk menjelaskan perbedaan siang dan malam hari, musim dan
posisi relatif Bumi dengan Bulan dan Bintang. Al-Biruni
juga mengkritisi ahli-ahli Taurat India yang ia telah sembarangan merusak
dokumen India dengan membuat salinan dokumen lama yang dimodifikasi sebagaimana
kepercayaan mereka. Catatan Al-Biruni tentang perkembangan ilmu pengetahuan di India adalah salah
satu hal yang membuat bangsa Eropa pada abad ke-12 dan abad ke-13 mengenal ilmu
pengetahuan India.
Berbeda
dengan umat Muslim lainnya yang saling membunuh karena perbedaan agama,
Al-Biruni memiliki kemampuan luar biasa untuk terlibat dalam dialog damai
dengan umat Hindu. Mohammad Yasin menempatkan posisi Al-Biruni ini secara dramatis
ketika ia mengatakan: “The Indica (buku
Al-Biruni tentang India) seperti pulau ajaib yang tenang, sebuah dokumen
penelitian yang tidak memihak di tengah-tengah dunia yang bentrok dengan
pedang, menghanguskan kota, dan membakar kuil.”
Sebagian
besar karya Al-Biruni ditulis dalam bahasa Arab, meskipun ia menulis salah satu
karyanya, Kitab al-Tafhim, dalam
bahasa Persia sekaligus Arab. Selama hidupnya, al-Biruni telah menghasilkan 146 karya.
Karya-karya itu dibagi menjadi beberapa
kategori: astronomi, matematika geografi, matematika, astrologi, instrumen
astronomi, kronik sejarah, tentang komet, anekdot, agama, dan lain-lain. Sebagian karyanya adalah: al-Irsyad, Tahdid Nihayat al-Amakin
Litashih Masafat al-Makasin, at-Tafhim Liawail Sina'at at-Tanjim, Istikhraj
al-Autar, as-Saidalah, Risalah fi as-Siah Bain Ahjan al-Ma'adin wa al-Jawahir dan Risalah fi an-Nasab Bain al-Filzat
wa al-Jawahir fi al-Hajm.
Di
kemudian hari, karya-karya tersebut diterjemahkan dalam berbagai bahasa,
seperti Latin, Ibrani,
Italia, dan Inggris. Untuk menghormati jasanya yang luar biasa, sebuah kawah di
Bulan oleh International Astronomical Union (IAU) dinamai Kawah Biruni. Gambar
Al-Biruni pernah jadi model perangko di Uni Soviet pada tahun 1973. Patung
Al-Biruni tegak di pintu masuk Perpustakaan Nasional Tajikistan.
No comments:
Post a Comment