• GOEDANG BIOGRAFI

    Monday, May 16, 2016

    BAPAK GEODASI: Abu Raihan Muhammad Ibn Ahmad al-Biruni





    BAPAK GEODASI: Abu Raihan Muhammad Ibn Ahmad al-Biruni



    Abu al-Rayhan Muhammad ibn Ahmad al-Biruni (973-1048) atau di Barat umumnya dipanggil sebagai Alberonius (bahasa Latin) adalah sarjana Muslim Persia polymath (multidisiplin) dari daerah Khwarizm. Al-Biruni dianggap sebagai salah satu saintis terbesar Islam era Abad Pertengahan yang telah memberikan sumbangan penting dalam fisika, matematika, astronomi dan ilmu pengetahuan alam laininya, serta juga dikenal sebagai sejarawan dan ahli bahasa. Dia yang fasih berbahasa Khwarizmi, Persia, Arab, Sansekerta, Yunani, Ibrani dan Suryani juga dianggap sebagai Bapak Geodesi, ahli ilmu bumi (geografi) dan pendiri Indologi (ilmu tentang India). Dia penulis yang terbuka bagi adat dan kepercayaan berbagai bangsa dan pada abad ke-11 diberi gelar al-Ustadh (Syeikh atau The Master) karena kedalaman ilmunya.

    A.       Riwayat Hidup dan Pendidikannya
    Al-Biruni lahir di luar distrik Kath, ibu kota Dinasti Afrighid, Khwarizm atau Chorasmiayang kini masuk wilayah Uzbekistan pada tanggal 4 September 973. Kala itu Dinasti Afrighid berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Samanid. Kata “Biruni” berarti “dari luar kabupaten”, dan kata ini kelak disematkan kepadanya, Al-Biruni (orang dari luar kabupaten). Dari kecil sampai umur 25 tahun Al-Biruni menghabiskan hidupnya di Khwarizm. Hingga usia itu ia sudah fasih dalam ilmu fiqih, ilmu kalam, tata bahasa, matematika, astronomi, dan ilmu lainnya. Pada usia itu pula Al-Biruni sudah menjadi tenaga medis.
    Dari Khwarismi hingga wilayah Turki kala itu memang terkenal sebagai daerah dengan tradisi ilmiah yang sangat berkembang, sehingga kecerdasan dan kedalaman Al-Biruni dalam berbagai ilmu pengetahuan tidaklah muncul dari ruang hampa budaya. Tetapi tidak ada keterangan tentang siapa saja guru Al-Biruni dan di daerah mana saja dia telah menghabiskan riwayat pendidikannya.
    Al-Biruni sangat bersimpati kala Afrighid ditaklukkan oleh Dinasti Ma’munid (dipimpin oleh Ma’mun bin Muhammad I), pada tahun 995. Pada tahun itu, Al-Biruni meninggalkan tanah kelahirannya, karena Afrighid dalam kondisi labil secara sosial. Ia mengembara ke Bukhara, sebuah daerah yang kala itu masuk dalam wilayah Kekaisaran Samanid, dipimpin oleh Mansur bin Nuh II. Di sana ia membangun pertemanan dengan Ibnu Sina dan keduanya konon juga membangun relasi dagang (barang-barang dagangannya kini masih ada di museum-museum Persia).
    Pada 998, Al-Biruni pergi ke istana Ziyarid (Rey), dan bertemu dengan pemimpin Tabaristan, Syam al-Mu’ali Abu al-Hasan Bhabus biin Wushmgir. Dia tinggal beberapa waktu di Ziyarid. Di sana ia menulis karyanya penting pertamanya, al-Athar al-Baqqiya'an al-Qorun al-Khaliyya (diterjemahkan menjadi “Kronologi Bangsa-Bangsa Kuno” atau “Sisa-Sisa Masa Lalu”). Buku sejarah itu bersifat kronologi ilmiah, diterbitkan pertama kali oleh Al-Biruni pada tahun 1000 AD. 
    Setelah itu Al-Biruni mengunjungi al-Marzuban, penguasa istana Bavandid. Di sana, ia menerima informasi tentang kematian raja Afrighid di tangan raja Ma’munid. Dinasti Ma’munid ini dengan kekuasaannya yang pendek (995-1017) memerintah Khwarizm. Pusat kekuasaannya berada di Gorganj (juga di Khwarezm). Kelak Ma’munid terkenal karena pernah mengumpulkan para ilmuwan yang brilian.
    Pada 1017, Mahmud Ghazni menaklukkan Rey dan mengakhiri kekuasaan Dinasti Ma’munid. Sebagian ilmuwan, termasuk Al-Biruni, kemudian dibawa ke Ghazna, ibu kota Dinasti Ghaznavid. Al-Biruni diangkat sebagai penasehatnya dan dibawa serta oleh Sultan Mahmud dalam invasinya ke daratan India. Al-Biruni tinggal di sana selama beberapa tahun. Dan selama beberapa tahun itu Al-Biruni mempelajari semua hal yang berhubungan dengan India. Setelah benar-benar paham dengan India, Al-Biruni kemudian mengarang Kitab al-Hind Ta'rikh, sebuah buku pertama tentang sejarah India. Buku itu diterbitkan pada tahun 1030 dan sejak itu pula Al-Biruni ditahbiskan sebagai Bapak Indologi.
     Al-Biruni terus menjadi panasehat Sultan Ghazna sampai kematiannya. Dia meninggal pada tanggal 13 Desember 1048 di Ghazni Afganistan dalam umur 75 tahun. Para ilmuwan Barat menganggap al-Biruni sebagai salah satu tokoh yang mempunyai pengaruh besar bagi bangsa Barat dan ilmu pengetahuan modern.

    B.        Pemikiran dan Karya-Karyanya
    Dari 146 buku yang diketahui ditulis oleh Al-Biruni, 90 buku di antaranya membahas tema-tema astronomi, matematika, dan geografi matematis. Di dalam karya-karyanya dalam bidang astronomi, bab terakhirnya Al-Biruni selalu membahas astrologi dan sangat mengutuknya sebagai sihir. Oleh karenanya, astronomi Al-Biruni adalah astronomi ilmiah murni yang sudah benar-benar dijauhkan dari pengaruh astrologi.
    Ketika Al-Biruni hidup, muncul spekulasi di kalangan ilmuwan Muslim tentang kemungkinan gerakan bumi. Al-Biruni tidak menyangkal mereka yang mengatakan Bumi diam atau mereka yang mengatakan Bumi berputar. Tetapi secara khusus dia membuktikan dalam skala observasi dan teoritis yang membuktikan bahwa Bumi berputar. Ia menulis sebuah komentar secara ekstensif ketika membahas astronomi India dalam Kitab al-Hind ta'rikh, di mana ia mengklaim telah memecahkan masalah rotasi bumi dalam sebuah karya astronominya, Miftah-ilm-alhai'a (Kunci Astronomi). Namun sayang, karya itu kini sudah tidak ada.
    Di dalam Kitab al-Hind ta'rikh, Al-Biruni teorinya tentang rotasi Bumi: Rotasi Bumi sama sekali tidak merusak nilai astronomi, karena semua hal dari karakter teori astronomi ini dapat juga dijelaskan menurut teori yang lain. Namun demikian, alasan lainlah yang membuat (rotasi Bumi) tidak mungkin. Problem ini paling sulit dipecahkan. Yang paling menonjol dari astronom modern dan kuno adalah bahwa mereka sangat antusias mempelajari pertanyaan tentang bergerak Bumi, dan mencoba untuk membantahnya. Kami (Al-Biruni) juga telah menyusun sebuah buku tentang subjek itu yang bertajuk Miftah-ilm-alhai'a, di mana kami berpikir bahwa kami telah melampaui pendahulu kami, jika tidak dalam kata-kata, di semua skala dalam hal ini.

    Ilustrasi pergerakan fase bulan dari buku karya Abu Rayhan al-Biruni


    Diagram yang menggambarkan metode yang diusulkan dan digunakan oleh Al-Biruni untuk memperkirakan radius dan keliling Bumi

    Dalam penjelasannya tentang astrolab Sijzi, Al-Biruni juga membahas perdebatan kontemporer tentang pergerakan Bumi. Dia menampilkan korespondensi dan perdebatan panjangnya yang sangat panas dengan Ibnu Sina , di mana Al-Biruni berulang kali menyerang fisika langit Aristoteles. Al-Biruni sependapat dengan eksperimen sederhana tentang bahwa ruang vakum harus ada. Oleh karenanya Al-Biruni merasa “kagum” dengan kelemahan argumen Aristoteles tentang orbit elips atas dasar bahwa orbit elips tercipta dari vakum. Al-Biruni menyerang ketetapan koordinat bola langit dan argumen astronomi Al-Biruni lainnya.
    Dalam karya astronomi utamanya yang sekarang masih ada, Mas’udi Canon, Al-Biruni menggunakan data pengamatan untuk membuktikan pergerakan apogee (jarak terdekat Bulan terhadap Bumi) dari Ptolemy. Di dalamnya Al-Biruni membahas tentang fase-fase dan gerhana Bulan, serta metode yang dia ciptakan untuk mengukur radius dan keliling Bumi.
    Di kemudian hari, pada tahun 1749, data gerhana Al-Biruni digunakan oleh Dunthorne untuk membantu menentukan percepatan Bulan. Data pengamatan Al-Biruni terhadap Bulan dan Bumi telah menjadi catatan sejarah astronomi yang sangat besar dan masih digunakan sampai sekarang, terutama dalam astronomi dan geofisika. Hal ini membuktikan, bahwa kecanggihan eksperimen Al-Biruni setingkat dengan kecanggihan teoritisnya.
    Tidak hanya astronomi, Al-Biruni juga memberikan sumbangan amat berharga dalam fisika. Al-Biruni menciptakan metode percobaan mekanika untuk menguji keabsahan teori-teori mekanika. Al-Biruni juga mengelaborasi ilmu statika dan dinamika dalam satu-kesatuan mekanika. Lalu, ilmu mekanika yang sudah unity itu, dikombinasikan lagi dengan ilmu hidrostatika, sehingga dengan ini terciptalah apa yang kita kenal sekarang dengan ilmu hidrodinamika.
    Di dalam bidang geografi, kontribusi Al-Biruni sudah tidak diragukan lagi, sebab para ilmuwan Barat sepakat dia dinobatkan sebagai “Bapak Geodesi”. Geodesi adalah ilmu tentang pengukuran dan representasi Bumi. John J. O’Connor dan Edmund F. Robertson dalam karyanya, Abu Arrayhan Muhammad bin Ahmad al-Biruni, menulis: “Kontribusi penting dalam geodesi dan geografi dilakukan oleh Al-Biruni. Dia memperkenalkan teknik untuk mengukur Bumi dan jarak antar tempat di Bumi dengan menggunakan triangulasi. Dia menemukan radius Bumi sebesar 6.339,6 km. Nilai ini tidak diperoleh di Barat sampai abad ke-16 . Canon Masudic-nya berisi tabel koordinat 600 tempat, dan hampir semua tempat-tempat itu ia kunjungi secara langsung.
    Pada usia 17, Al-Biruni sudah menghitung lintang wilayah Kath dengan menggunakan ketinggian maksimum Matahari. Biruni juga memecahkan persamaan geodesik kompleks untuk dipergunakannya menghitung keliling Bumi secara akurat, di mana dia menghasilkan nilai yang dekat dengan nilai modern. Perkiraannya 6,339.9 km untuk radius Bumi, hanya kurang 16,8 km dari nilai modern, 6,356.7 km. 
    Berbeda dengan pendahulunya yang diukur keliling bumi melalui ipenampakan Matahari secara simultan dari dua lokasi yang berbeda, Al-Biruni mengembangkan metode trigonometri baru yang berdasarkan pada sudut antara tanah datar dan gunung. Hasilnya lebih akurat dan memungkinkan dilakukan oleh hanya satu orang dari satu lokasi saja.  Al-Biruni menerapkan metodenya ini di pegunungan di Pind Dadan Khan (Pakistan). Dari puncak gunung, ia menentukan sudut kemiringan yang, bersama dengan ketinggian gunung (yang ia dihitung sebelumnya), ia diterapkan dalam rumus hukum sinus. Ini merupakan upaya pertama dalam sejarah mengenai penggunaan sudut turun dan penggunaan praktis paling awal dari hukum sinus.
    Al-Biruni juga membuat penggunaan aljabar untuk merumuskan persamaan trigonometri dan menggunakan astrolab untuk mengukur sudut. Caranya bisa diringkas sebagai berikut: Al-Biruni pertama kali menghitung ketinggian gunung dengan pergi ke dua titik yang terpisah di permukaan laut, kemudian mengukur sudut antara dataran dan puncak gunung untuk kedua titik. Dia membuat kedua pengukuran menggunakan astrolabe. Dia kemudian memakai rumus trigonometri ciptaannya yang berkaitan dengan jarak (d) antara kedua titik dengan garis singgung dari sudut-sudutnya (θ) untuk menentukan ketinggian (h) dari gunung:
    Dia kemudian berdiri di titik tertinggi gunung, di mana dia mengukur sudut miring menggunakan astrolabe. Untuk menghitung radius Bumi, ia menerapkan nilai-nilai sudut kemiringan dan ketinggian gunung yang diperolehnya ke dalam rumus trigonometri berikut:
    Di mana: R = radius Bumi
    h = ketinggian gunung
    θ = sudut kemiringan

    Pada usia 22, Al-Biruni menulis studi tentang proyeksi peta, Kartografi, termasuk metode untuk memproyeksikan belahan Bumi ke dalam bidang. Sekitar tahun 1025, Al-Biruni adalah orang pertama yang menggambarkan kutub azimut dengan proyeksi jarak yang sama dari bola langit.  Al-Biruni juga dianggap sebagai orang yang paling terampil melakukan pemetaan dan mengukur jarak kota-kota yang didatanginya. Hal ini ia lakukan selama bertahun-kota di Timur Tengah dan di Benua India. Al-Biruni sering mengombinasikan analisis astronomi dengan persamaan matematika dalam rangka mengembangkan metode penentuan koordinat sebuah tempat dengan hanya menggunakan derajat garis lintang dan bujur. 
    Selain itu, Al-Biruni juga membahas geografi manusia dan kelayakhunian Bumi. Dia memunculkan hipotesis bahwa sekitar seperempat dari permukaan bumi ini dihuni oleh manusia, dan juga berpendapat bahwa pantai Asia dan Eropa yang “dipisahkan oleh laut yang luas, terlalu gelap dan padat untuk dinavigasi dan terlalu berisiko untuk dilakukan percobaan”. Temuannya yang luar biasa banyak dalam geodesi dan geografi inilah yang membuat para ilmuwan merasa layak jika titel “Bapak Geodesi” disematkan kepadanya.
    Di dalam bidang farmakologi dan mineralogi, Al-Biruni berhasil menentukan berat jenis sejumlah logam dan mineral dengan presisi yang luar biasa. Keberhasilan ini tidak lepas dari kenyataan bahwa dia membangun sendiri alat-alat laboratorium untuk penentuan berat jenis tersebut.
    Di dalam bidang sejarah, dimulai sejak Al-Biruni mengarang pertama kali buku tentang sejarah politik Khwarizm, Kitab al-musāmara fi akbar Khārazm (Kitab Percakapan Malam tentang Urusan Kharazm), sebuah kitab yang kini hilang dan kita hanya mengenal isinya dari kutipan oleh Baihaqi dalam Tarikh-e Mas'udi. Di dalam buku sejarahnya yang lain, al-Athar al-Baqiya dan Qonun al-Mas’udi, Al-Biruni mendiskusikan banyak hal tentang peristiwa sejarah dan metodologi sejarah yang ditemukannya sehubungan dengan daftar raja-raja, serta sejarah tempat-tempat di India. 
    Al-Biruni merupakan salah satu otoritas Muslim yang paling penting tentang sejarah agama. Al-Biruni mempelopori studi perbandingan agama pertama dalam sejarah. Ia mempelajari Islam, Zoroastrianisme, Yahudi, Hindu, Kristen, Budha, dan agama-agama lain. Dia memperlakukan agama sebagai sesuatu yang obyektif, berusaha untuk memahaminya dengan cara agama memandang dirinya sendiri daripada mencoba untuk membuktikan bahwa agama-agama itu salah. 
    Konsep yang mendasarinya adalah bahwa semua budaya setidaknya merupakan saudara jauh dari semua budaya lain karena mereka semua merupakan konstruksi manusia. “Apa yang tampaknya didebat oleh Al-Biruni adalah bahwa ada unsur yang umum dari manusia dalam setiap kebudayaan yang membuat semua budaya merupakan kerabat jauh satu terhadap lainnya, namun mereka tampak asing satu sama lain.” (Rosenthal, 1976). 
    Al-Biruni muak dengan para ilmuwan yang gagal melibatkan sumber utama dalam perlakuan mereka terhadap agama Hindu. Dia menemukan sumber yang mereka pakai dalam melihat agama Hindu tidak jujur. Dipandu oleh rasa etika dan keinginan untuk belajar, Al-Biruni berusaha untuk menjelaskan perilaku keagamaan kelompok yang berbeda-beda, tidak hanya Hindu, tetapi juga agama-agama lain yang diperbincangkannya.
    Al-Biruni membagi kelas penganut agama Hindu menjadi kelas berpendidikan dan kelas tidak berpendidikan. Dia menggambarkan kelas yang berpendidikan menganut monoteisme, percaya bahwa Allah adalah satu, abadi, Mahakuasa, dan mereka menghindari segala bentuk penyembahan berhala. Al-Biruni mengakui bahwa kelas yang tidak berpendidikan membuat Hindu tercitra sebagai agama yang menyembah banyak berhala yang konsep antropomorfisme Allah oleh beberapa aliran dalam Islam (seperti Jabariyah) diadopsi.
    Ketenaran Biruni sebagai Indologist terletak pada dua karyanya: Pertama, Al-Biruni menulis karya ensiklopedis tentang India berjudul Tarikh Al-Hind (Sejarah India) di mana ia menjelajahi hampir setiap aspek kehidupan India, termasuk agama, sejarah , geografi, geologi, ilmu pengetahuan dan matematika. Dia mengeksplorasi agama India dalam konteks budaya India yang kaya. Dia mengungkapkan tujuannya dengan sangat fasih: “Saya tidak akan menghasilkan argumen antagonis untuk menyanggah seperti yang mereka lakukan, karena saya percaya dengan begitu saya salah. Buku saya hanyalah sebuah catatan sejarah yang sederhana tentang fakta. Saya akan menempatkan diri sebelum para pembaca teori Hindu menjadi seperti mereka, dan saya akan menyebutkan teori mereka yang sama dengan teori-teori Yunani untuk menunjukkan hubungan yang ada di antara mereka.
    Al-Biruni menganalisis secara ringkas mengapa banyak orang Hindu membenci umat Muslim. Dia menjelaskan bahwa Hindu dan Islam sama sekali berbeda satu sama lain. Selain itu, umat Hindu India di di abad ke-11 menderita oleh gelombang serangan yang merusak banyak kota, dan tentara Islam membawa paksa banyak orang Hindu ke Persia untuk diijadikan budak. Hal ini diklaim Al-Biruni sedikit banyak memberikan kontribusi terhadap kecurigaan umat Hindu kepada semua orang asing, bukan hanya orang Islam. Hindu menganggap kaum Muslim keras, sehingga mereka tidak ingin berbagi apa pun dengan kaum Muslim. 
    Seiring waktu, Al-Biruni mencoba mencairkan suasana dengan mendatangi dan menyambut para tokoh Hindu sewaktu dia di India. Al-Biruni mengumpulkan buku dan belajar kepada tokoh Hindu sehingga dia menjadi fasih dalam bahasa Sansekerta, menemukan dan menerjemahkan matematika, ilmu pengetahuan, kedokteran, astronomi dan bidang-bidang seni seperti yang dipraktekkan di abad ke-11 India ke dalam bahasa Arab. 
    Al-Biruni terinspirasi oleh argumen para tokoh India yang percaya bahwa rotasi Bumi harus berbentuk ellipsoid. Karena kala itu belum ditemukan benua di kutub selatan bumi, maka pengetahuan tentang rotasi Bumi mengelilingi Matahari adalah satu-satunya cara untuk menjelaskan perbedaan siang dan malam hari, musim dan posisi relatif Bumi dengan Bulan dan Bintang. Al-Biruni juga mengkritisi ahli-ahli Taurat India yang ia telah sembarangan merusak dokumen India dengan membuat salinan dokumen lama yang dimodifikasi sebagaimana kepercayaan mereka. Catatan Al-Biruni tentang perkembangan ilmu pengetahuan di India adalah salah satu hal yang membuat bangsa Eropa pada abad ke-12 dan abad ke-13 mengenal ilmu pengetahuan India.
    Berbeda dengan umat Muslim lainnya yang saling membunuh karena perbedaan agama, Al-Biruni memiliki kemampuan luar biasa untuk terlibat dalam dialog damai dengan umat Hindu. Mohammad Yasin menempatkan posisi Al-Biruni ini secara dramatis ketika ia mengatakan: “The Indica (buku Al-Biruni tentang India) seperti pulau ajaib yang tenang, sebuah dokumen penelitian yang tidak memihak di tengah-tengah dunia yang bentrok dengan pedang, menghanguskan kota, dan membakar kuil.”
    Sebagian besar karya Al-Biruni ditulis dalam bahasa Arab, meskipun ia menulis salah satu karyanya, Kitab al-Tafhim, dalam bahasa Persia sekaligus Arab. Selama hidupnya, al-Biruni telah menghasilkan 146 karya. Karya-karya itu dibagi menjadi beberapa kategori: astronomi, matematika geografi, matematika, astrologi, instrumen astronomi, kronik sejarah, tentang komet, anekdot, agama, dan lain-lain. Sebagian karyanya adalah: al-Irsyad, Tahdid Nihayat al-Amakin Litashih Masafat al-Makasin, at-Tafhim Liawail Sina'at at-Tanjim, Istikhraj al-Autar, as-Saidalah, Risalah fi as-Siah Bain Ahjan al-Ma'adin wa al-Jawahir dan Risalah fi an-Nasab Bain al-Filzat wa al-Jawahir fi al-Hajm.
    Di kemudian hari, karya-karya tersebut diterjemahkan dalam berbagai bahasa, seperti Latin, Ibrani, Italia, dan Inggris. Untuk menghormati jasanya yang luar biasa, sebuah kawah di Bulan oleh International Astronomical Union (IAU) dinamai Kawah Biruni. Gambar Al-Biruni pernah jadi model perangko di Uni Soviet pada tahun 1973. Patung Al-Biruni tegak di pintu masuk Perpustakaan Nasional Tajikistan.

    No comments:

    Post a Comment

    Most Popular

    Featured Post

    Kisah Cinta Habibie-Ainun

    Nama lengkapnya adalah Hasri Ainun Besari, namun kemudian lebih dikenal sebagai Ainun Habibie. Dia adalah perempuan yang selalu ada d...

    Fashion

    Beauty

    Travel