Biografi dan Pemikiran John Stuart Mill (1806-73)
Lahir
pada tahun 1806, John Stuart Mill adalah anak sulung dari James Mill dan
Harriet Barrow. Sebagai orang yang sangat menyukai sastra, James Mill menulis
History of British India (1818), dan
karyanya itu menyebabkan dia memperoleh posisi bergengsi di East India
Company, kemudian jabatannya meningkat menjadi kepala pemeriksa. Ketika sedang
tidak melaksanakan tugas-tugas administratifnya, James Mill menghabiskan banyak
waktunya untuk mendidik putranya, John Stuart Mill, yang mulai belajar bahasa
Yunani pada usia tiga tahun dan bahasa Latin pada usia delapan tahun. Pada usia
14, John sangat fasih berbahasa Yunani dan Latin klasik ; dia juga telah
mempelajari sejarah dunia, logika, dan matematika, dan menguasai dasar-dasar
teori ekonomi, yang semuanya merupakan bagian dari rencana ayahnya untuk
menjadikan John Stuart Mill sebagai orang yang mendukung gagasan filosofisnya
yang radikal.
Di akhir masa remajanya, John Mill
menghabiskan banyak waktu untuk mengedit naskah Jeremy Bentham, dan ia asyik
sekali menggeluti karya filsafat radikal, dan masih dibimbing oleh ayahnya. Dia
juga mendirikan sejumlah komunitas intelektual dan mulai berkontribusi untuk
majalah, termasuk The Westminster
Review (yang didirikan oleh Bentham dan
James Mill). Pada tahun 1823, ayahnya memberikan posisi kepadanya di East India
Company, dan dia seperti ayahnya juga,
akhirnya menduduki posisi kepala pemeriksa.
Kehidupan dan pikiran John Stuart
Mill mungkin dapat dipahami dalam konteks ayahnya, yang pengaruhnya sangat besar terhadap Mill muda. Ayah John Stuart
Mill, James Mill, bertemu ahli teori
politik Jeremy Bentham pada tahun 1808 dan menerima bantuan keuangan darinya,
pada saat Mill sedang berjuang membangun dirinya. Persahabatan kedua laki-laki
tersebut dan pemikiran politik yang sama mendorong mereka untuk mendirikan dan memimpin gerakan “filosofis radikal. “Kelompok
itu, yang beroposisi langsung dengan Whig dan Tories, mendorong hukum dan
reformasi politik dengan cara hak suara yang universal (untuk laki-laki),
sebuah tempat baru bagi teori ekonomi dalam pengambilan keputusan politik, dan
politik yang memperhitungkan kebahagiaan manusia, bukan hak-hak alamiah.
Kelompok itu juga berusaha untuk merestrukturisasi lembaga-lembaga social dan
politik berdasarkan prinsip-prinsip yang kemudian dikenal sebagai
utilitarianisme, sebuah mazhab pemikiran sosial yang didirikan oleh Bentham.
Prestasi tertinggi yang pernah diraih Mill adalah karyanya yang berjudul On
Liberty, yang ditulis bersama istrinya. Menurut Mill, On Liberty disusun secara
cermat sehingga dia tidak perlu mengubah atau menambah lagi isi buku tersebut.
Meskipun berupa buku yang tipis, On Liberty, dianggap sebagai karya klasik
dalam filsafat, pernyatannya ringkas tentang individualitas manusia, namun
sangat fasih, signifikan, dan
berpengaruh. On Liberty berisi pembelaan kebebasan individu terhadap segala
usaha penyamarataan masyarakat. Tulisan Mill lainnya yang penting adalah System
of Logic; Principles of Political Economy, Considerations on Representative
Government, dan Subjection of Women. Mill adalah tokoh intelektual liberalisme
Inggris kedua yang tidak lagi membela paham laissez faire klasik, tetapi
memperhatikan tuntutan-tuntutan keadilan social.
Dalam pemikiran filosofisnya, sebuah
usaha pernah dilakukan oleh John Stuart Mill untuk menunjukkan bahwa
empirisisme dapat menyaingi metafisika dalam memberikan kepastian. Mill adalah
seorang pemikir yang cemerlang, dan meskipun beberapa dari kesimpulannya tidak
dapat diterima pada hari ini, ia telah memberikan kontribusi yang penting dalam
mengklarifikasi metodologi sains. Sependapat dengan Comte, ia menolak kepalsuan
metafisika. Mill tidak saja menolak rasionalisme deduktif, tetapi ia juga
menolak kompromi Kantian. Ia berpendapat bahwa tidak ada kebenaran a priori. Semua pengetahuan diperoleh
dari pengalaman. Kita mengetahui bahwa dua kali dua adalah empat, karena kita
telah mengobservasi bahwa memang demikianlah kenyataannya. Hukum-hukum logika
dan hukum penyebab universalia juga berasal dari pengalaman. Mengenai dunia
material, Mill menyatakan, “Materi adalah kemungkinan pencerapan yang permanen.
“
Tidak ada prinsip yang mendahului
verivikasi melalui pengalaman. Kita dipaksa oleh konstitusi wilayah pikiran
kita untuk mengasumsikannya sebagai kebenaran. Demikian pula halnya dengan ide
dari dalam dan kategori menurut Kant. Lalu bagaimanakah kita menemukan prinsip-prinsip yang benar?
Dengan menolak hak untuk menggunakan prinsip-prinsip apa pun yang tidak
diperoleh dari pengalaman, Mill menempatkan dirinya sendiri pada persoalan yang
sulit, dan dengan menolak untuk mengakui perlunya membuat asumsi apa pun. Ia
menjadikan tugas menunjukkan asas sains menjadi hampir-hampir mustahil. Tidak
diragukan lagi bahwa ia telah melakukan kesalahan dalam mempercayai bahwa semua
kebenaran umum telah diperoleh secara induktif
berdasarkan pengalaman. Russell sejak itu telah menunjukkan bahwa dalam
proposisi 2+2=4, kita hanyalah menyatakan arti empat, karena kita menyatakan
arti suatu yard dengan mengatakan bahwa ia sama dengan tiga kaki. Tetapi Mill
benar dalam memandang bahwa sains tergantung pada induksi. Namun, ia terus
berargumen bahwa induksi diperoleh dari penyebab, dan penyebab diperoleh dari
pengalaman. Mill mendefinisikan induksi sebagai “proses yang dengannya kita
menyimpulkan bahwa apa yang benar dari individu-individu kelas tertentu adalah
benar, dalam keadaan yang serupa, sepanjang masa “. Ia mengakui bahwa induksi
tidaklah bersifat primer, bahwa ia melibatkan suatu asumsi. “Pertama-tama kita
harus mengobservasi bahwa terdapat suatu prinsip yang terdapat dalam pernyataan
tentang apakah induksi itu; suatu asumsi yang berkaitan dengan berlangsungnya
alam dan tatanan alam semesta; yakni bahwa ada hal-hal seperti itu di alam
sebagai kasus yang parallel, bahwa apa yang pernah terjadi dalam tingkatan yang
menyerupai keadaan tersebut, akan terjadi lagi, bahkan tidak saja akan terjadi
lagi, tetapi sama seringnya dengan keadaan yang terjadi.
Tetapi ia menegaskan bahwa
keseragaman yang sesungguhnya ditemukan di alam. Ada keseragaman dalam
ko-eksistensi dan keseragaman dalam suksesi. Keseragaman dalam suksesi
memberikan kepada kita ide tentang penyebab, dan induksi tergantung pada ide
ini. Hukum penyebab yang dengan mengenalnya merupakan pilar utama ilmu
pengetahuan induktif, tidak lain adalah kebenaran yang telah dikenal, dimana
suksesinya yang terus menerus dapat ditemukan melalui observasi, sehingga akan
diperoleh setiap fakta di alam dan fakta lain
yang telah mendahuluinya. Mill menegaskan, “Sekuensi invariable tidak
selalu sinonim dengan penyebab, kecuali jika sekuensi, di samping tidak
berubah-ubah, juga tidak bersyarat. Penyebab dapat diobservasi ketika sedang
beroperasi. Untuk menetapkan hukum penyebab dan akibat hanyalah dengan
menggeneralisasikan dari apa yang kita lihat. Menurut Mill, tugas utama ilmuwan
adalah mencari penyebab. Ketika penyebab telah ditemukan, maka kejadian yang
diteliti telah dijelaskan.
Filsafat Mill bernuansa mengagungkan
akal sehat. Tampaknya, ia hanya merupakan dalih untuk meragukan bahwa alam
pasti bersifat seragam, atau bahwa pencarian penyebab adalah dibenarkan, atau
bahwa generalisasi dari sejumlah besar fakta yang diobservasi dibolehkan.
Tetapi, ketika Mill berhasil mengemukakan teori Newton tentang gravitasi
sebagai contoh bagi induksi untuk mendukung suatu hukum yang bersifat universal
dan pasti, maka dalih tersebut terlihat memiliki landasan.
Mill, sebagaimana Bentham, adalah
penganut filsafat moral yang dikenal sebagai utilitiarianisme, yang menyatakan
bahwa semua materi, secara moral adalah akibat dari tindakan kita, yang
derajatnya dapat meningkatkan atau menurunkan kebahagiaan. Yang sangat bertolak
belakang dengan pemikiran ini adalah Kant, yang menyatakan bahwa akibat dari
tindakan kita secara moral tidak ada kaitannya. Dalam beberapa hal,
utilitiarianisme adalah sebuah teori yang menarik. Utilitarianisme seringkali
dinamakan teori kebahagiaan terbesar. Teori ini mengajarkan agar setiap manusia
meraih kebahagiaan sebesar-besarnya untuk orang sebanyak-banyaknya. Menurut teori ini, kenikmatan adalah kebaikan
intrinsik, dan penderitaan adalah kejahatan intrinsik. Dengan demikian, perkara
yang paling utama bagi kehidupan manusia adalah perbuatan yang dapat
menghasilkan akibat yang baik dan menghindari akibat buruk. Kebahagiaan akan tercapai kesenangan dapat
diraih dan kesusahan dapat dihindarkan. Perbuatan dianggap baik atau buruk jika
dapat meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan bagi sebanyak mungkin orang.
Prinsip utilitas adalah kebahagiaan yang besar bagi sebanyak mungkin orang.
Meskipun karya John Stuart Mill yang
paling terkenal adalah tentang utilitarianisme dan liberty (kebebasan), Mill
juga menghasilkan karya tentang logika, filsafat sains, metafisika, dan
epistemology. John Stuart Mill meninggal di Avignon, Prancis, pada tahun 1873.
No comments:
Post a Comment