Cheng Ho
Seorang Kasim Muslim
Petualang
Cheng Ho adalah
penjelajah dengan armada kapal terbanyak sepanjang sejarah. Juga memiliki kapal
kayu terbesar dan terbanyak sepanjang masa hingga saat ini
Tak banyak yang diketahui tentang
asal usul Chengho. Beberapa sumber mengatakan dia lahir sekitar tahun 1371 di
Yunnan anak dari pasangan Ma Hazhi dan Wen. Nama kecil Cheng Ho adalah Ma he.
Saat dia berumur 12 tahun, Yunnan yang dikuasai oleh Dinasti Yuan direbut oleh
Dinasti Ming. Para pemuda banyak yang ditawan dan dikebiri lalu dijadikan kasim
termasuk Cheng Ho. Dia kemudian dijadikan abdi dari Raja Zhu Di di istana
Beiping (sekarang Beijing).
Setelah Zhu
Di (dan berganti nama menjadi kaisar Yong Le) berhasil merebut tahta dari
kaisar Zhu Yunwen, dia merancangkan program untuk mengembalikan kejayaan
Tiongkok akibat kejatuhan Dinasti Mongol pada tahun 1368. Pada saat itulah
Cheng Ho menawarkan diri untuk melakukan ekspedisi ke berbagai negeri. Sang
Kaisar pun sangat senang dengan usulan dari Cheng Ho dan memberinya izin. Dari
situlah awal dari petualangan penjelajahan Chengho.
Ekspedisi Cheng Ho
Di bawah
komando Cheng Ho, akhirnya armada Tiongkok itu berangkat pada tahun 1405.
Pelayaran pertamanya mampu mencapai wilayah Asia Tenggar yaitu daerah
Semenanjung Malaya, Sumatera dan Jawa. Ekspedisi kedua dilakukan lagi oleh
Cheng Ho pada tahun 1407 sampai 1409. Cheng Ho kembali melakukan ekspedisi
ketiganya pada tahun 1409 sampai 1411. Dari tiga ekspedisi yang telah
dilakukan, Chengho telah menjelajah sampai daerah India dan Srilanka.
Pada tahun
1413 sampai 1415, Cheng Ho kembali melakukan pelayaran yang semakin jauh. Kali
ini dia sampai di daerah Aden, Teluk Persia, dan Moga dishu, Afrika Timur.
Jalur itu kembali dia lalui saat melakukan ekspedisi kelima (1417-1419) dan keenam
(1421-1422). Pada perjalanannya yang terakhir atau ekspedisinya yang ketujuh,
yaitu terjadi pada tahun 1431-1433, dia berhasil mencapai Laut Merah.
Salah satu
ekspedisinya yang ke Malaka yang membuatnya terkenal di wilayah Malaka adalah
menikahkan seorang putri Tiongkok yang bernama Hang Li po atau Hang Liu. Putri
itu oleh Kaisar Tiongkok dinikahkan dengan Raja Malaka, pada waktu itu dipegang
oleh Sultan Mansur Shah.
Armada Chengho
Cheng Ho
melakukan ekspedisi dengan armada yang sangat besar, dan sampai saat ini belum
ada yang melebihinya. Dia berangkat dengan 27.000 anak buah kapal yang dimuat
dalam 307 kapal baik besar maupun kecil. Kapal terbesarnya berukuran 138 meter
dan lebar 56 meter, lima kali lebih besar dari kapal Colombus dan merupakan
kapal terbesar pada abad itu. Kapal tersebut bernama Kapal Pusaka dan kapal
yang dinaiki oleh Chengho. Menurut banyak ahli, kapasitas kapal itu adalah 2500
ton.
Selama
berlayar mereka membawa banyak perbekalan dan beraneka ragam termasuk binatang seperti sapi, ayam dan kambing yang
kemudian dapat disembelih untuk para anak buah kapal selama di perjalanan.
Selain itu, juga membawa begitu banyak bambu Tiongkok sebagai suku cadang
rangka tiang kapal dan tidak ketinggalan membawa kain Sutera untuk dijual.
Saat
melakukan perjalanan pulang, tak lupa Cheng Ho membawa pulang benda-benda yang
dijadikan bukti dan hadiah-hadiah dari daerah-daerah yang dikunjungi untuk
kaisar Tiongkok. Pernah dia membawa Raja Alagonakkara dari Srilanka yang datang
ke Tiongkok untuk meminta maaf kepada kaisar Tiongkok. Dia juga membawa
barang-barang berharga seperti kulit dan getah pohon kemenyan, batu permata,
bahkan juga ia bawa orang afrika, India dan Arab sebagai bukti perjalanan.
Pernah juga ia mengangkut beberapa hewan asli Afrika termasuk sepasang jerapah,
namun salah satu jerapah itu meninggal di perjalanan pulang.
Catatan Cheng Ho dan
Kematiannya
Laksamana
Cheng Ho meninggal dunia pada bulan April 1433 di Calcuta, India. Jenasahnya
dikuburkan di suatu tempat saat perjalanan pulang ke Tiongkok. Ada beberapa
pendapat yang menyebutkan jenasahnya dikuburkan di daerah semarang, Indonesia.
Cuma rambut dan pakaiannya saja yang dibawa ke Tiongkok pada bulan Juli 1433.
Catatan
perjalanan Chengho yang hebat itu akhirnya menjadi catatan yang terkenal dan
menghasilkan satu panduan pelayaran
yang dikenali sebagai buku Zheng He's Navigation Map yang mampu mengubah peta
navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi
mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan. Jalur
perdagangan Cina pun berubah, tidak sekadar bertumpu pada 'Jalur Sutera' antara
Beijing-Bukhara saja malah nama Tiongkok semakin dikenali di mata dunia hasil
pengembaraan Cheng Ho tersebut.
Pada masa kaisar Ming Xuan Zhong,
Tiongkok menutup diri dan melarang adanya pelayaran sehingga memundurkan
negaranya sendiri dari kemajuan dan hubungan luar negeri. Catatan perjalanan
Cheng Ho pun banyak yang dibakar. Kemunduran armada laut Tiongkok pun terjadi
dan sangat terlihat ketika jatuhnya Dinasti Qing setelah angkatan laut Tiongkok
tak berkutik dan kalah dalam Perang Candu.
Cheng Ho di Indonesia
Cheng Ho
mengunjungi Indonesia sebanyak tujuh kali. Salah satunya ketika dia pergi ke
Samudera Pasai dan memberi lonceng raksasa “Cakra Donya” kepada Sultan Aceh
yang kini masih tersimpan di Museum
Banda Aceh. Pada tahun 1415, Cheng Ho juga berlabuh di Muara Jati, Cirebon dan
menghadiahi beberapa barang khas Tiongkok kepada Sultan Cirebon. Salah satunya
adalah piring yang bertuliskan Ayat Kursi yang masih tersimpan di Keraton
Kasepuhan Cirebon.
Bukti lain adalah Kelenteng Sam Po
Kong serta serta patung yang disebut Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po
Kong. Tempat itu dibuat saat orang kedua dalam armada Cheng Ho sakit keras
yaitu Wang Jinghong. Wang akhirnya turun di pantai Simongan, Semarang dan
menetap di sana. Selain itu Cheng Ho pernah mengunjungi Majapahit pada masa
pemerintahan raja Wikramawardhana.
No comments:
Post a Comment