• GOEDANG BIOGRAFI

    Saturday, May 14, 2016

    Ibnu Rusyd (Averroes) "Komentator Aristoteles"





    Ibnu Rusyd (Averroes) "Komentator Aristoteles"



    A.       Riwayat Hidup dan pendidikan Ibnu Rusyd
    Nama lengkapnya adalah Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad ibnu Rusyd, ia dilahirkan di Cordoba pada tahun 520 H (1126 M). Ibnu Rusyd berasal dari kalangan keluarga yang terkenal alim dalam ilmu fikih dan mempunyai kedudukan tinggi di Andalusia (Spanyol). Ayahnya yang bernama Ahmad Ibnu Muhammad (487-563 H) merupakan seorang faqih (ahli hukum Islam) dan pernah menjadi hakim di Cordova. Sementara kakeknya, Muhammad bin Ahmad (w. 520 H-1126 M), adalah ahli fikih mazhab Maliki, imam masjid Cordoba, dan pernah menjadi hakim agung di Spanyol.
    Ibnu Rusyd tumbuh dan hidup dalam keluarga yang memiliki gairah yang besar pada ilmu pengetahuan. Hal itu salah satunya terbukti dari upaya Ibnu Rusyd untuk menghafal dan merivisi kitab karya Imam Malik, Al-Muwaththa’, yang ia pelajari dari ayahnya. Selain itu, Ibnu Rusyd juga mempelajari matematika, fisika, astronomi, logika, filsafat, dan ilmu pengobatan. Sebagaimana para leluhurnya, pendidikan keagamaan yang diperoleh Ibnu Rusyd diarahkan pada dasar-dasar fikih mazhab Maliki. Sementara kajian teologi yang dipelajari Ibnu Rusyd lebih didominasi oleh mazhab Asy’ariyah, termasuk ajaran yang dibawa melalui pengaruh Imam al-Ghazali.
    Pendidikan yang dienyam oleh Ibnu Rusyd diawali dari belajar al-Qur’an kepada sang ayah di rumahnya sendiri. Setelah itu, baru kemudian beliau belajar dasar-dasar ilmu keislaman seperti fiqh, ushul fiqh, hadis, ilmu kalam, bahasa Arab, dan sastra. Selain kepada ayahnya sendiri, ia juga belajar kepada Abu Muhammad bin Rizq dalam disiplin ilmu perbandingan hukum Islam (fiqh ikhtilaf) dan kepada Ibn Basykual dalam bidang hadis. Dalam bidang ilmu kedokteran dan filsafat, ia belajar kepada Abu Marwan bin Juraiwil al-Balansi dan Abu Ja’far bin Harun al-Tarajjali, seorang dokter resmi bagi Abu Ya’qub Yusuf yang kala itu menjabat sebagai gubernur di Seville. Selain kedua nama tersebut, guru Ibnu Rusyd yang berjasa dalam bidang kedokteran adalah Ibn Zhuhr.
    Pada usia 18 tahun, Ibnu Rusyd bepergian ke Maroko dan belajar kepada Ibnu Thufail. Pada tahun 1169 M, Ibnu Thufail memperkenalkan Ibnu Rusyd kepada khalifah Abu Ya’qub yang kemudian berakhir pada pengangkatan Ibnu Rusyd sebagai kadi di Saville. Ibnu Rusyd memanfaatkan kesempatan selama menjadi kadi tersebut dengan sebaik-sebaiknya. Sejak saat itu, ia mulai menafsirkan karya-karya Aristoteles atas permintaan sang khalifah. Keberhasilannya menafsirkan karya-karya Aristoteles inilah yang akhirnya menjadikan Ibnu Rusyd terkenal dengan gelar “komentator Aristoteles”.
    Dalam ilmu Tauhid, beliau berpegang pada paham Asy’ariyah dan ini membukakan jalan baginya untuk mempelajari ilmu filsafat. Ringkasnya, saat itu Ibnu Rusyd adalah seorang tokoh filsafat, agama, syariat, dan kedokteran yang terkenal.
    Ibnu Rusyd menulis kitab dalam banyak bidang seperti ilmu fikih, kedokteran, ilmu falak, filsafat, astronomi, dan matematika. Berikut ini adalah beberapa karya Ibnu Rusyd: Bidayah al-Mujtahid Wa Nihayah al-Muqtashid, Naqdu Nazhariyat Ibnu Sina ‘an al-Mu’min lidzatihi wa al-Mu’min lighairih, Risalah fi Ta’alluqi ‘Ilmillahi ‘an ‘Adami Ta’alluqihi bi al-Juziyat, Fashl al-Maqal fi ma baina al-Himaah wa asy-Syari’ati min al-Ittishal, Tahafut al-Tahafut, Al-Kasyfu ‘an Manahij al-‘Adillah fi ‘Aqaidi Ahl al-Millah, Risalah fi al-‘Aqli wa al-Ma’qul, Manahij al-‘Adillah fi ‘Aqaidi Ahl al-Millah, Risalah fi al-Wujud al-Azali wa al-Wujud al-Mu’aqqat, dan lain lain.
    Ibnu Rusyd meninggal pada 10 Desember 1198 M/9 Shafar 595 H di Marakesh dalam usia 72 tahun setelah sebelumnya mengalami dua kali pengasingan—pertama beliau dikurung oleh Khalifah Abu Yusuf Al-Mansur (1148–1194 M) di suatu kampung Yahudi dan kedua diasingkan di Maroko—akibat tuduhan bahwa ia telah keluar dari Islam yang dilancarkan kelompok penentang filsafat, yaitu para fukaha pada masanya.

    B.        Sumbangsih Pemikiran Ibnu Rusyd
    Ajaran Ibnu Rusyd yang terkenal di Eropa dengan sebutan Averroism berpangkal pada pikiran merdeka.[1] Pemikiran ini ditolak keras oleh dunia Kristen Eropa, dan telah memengaruhi seluruh universitas di Eropa selama berabad-abad  sehingga menimbulkan zaman Renaissance di benua Eropa.
    Aliran filsafat Ibnu Rusyd dapat dikatakan sebagai aliran filsafat rasional. Ia sangat menjunjung tinggi akal pikiran dan menghargai peranan akal, karena dengan akal fikiran, manusia dapat menafsirkan alam wujud. Menurutnya, semua persoalan agama harus dipecahkan dengan kekuatan akal, termasuk ayat-ayat berkaitan erat dengan akal. Selain itu, logika juga harus dipergunakan sebagai dasar bagi semua penilaian terhadap kebenaran. Dalam mempelajari agama, orang harus belajar memikirkannya secara logika. Mengenai tujuan agama, Ibnu Rusyd mengatakan bahwa pokok tujuan syariat Islam yang sebenarnya adalah pengetahuan yang benar dan amal perbuatan yang benar.
    Berkaitan dengan pengetahuan Tuhan, pemikiran Ibnu Rusyd mengikuti pandangan sebagian filsuf yang menyatakan bahwa Tuhan hanya mengetahui keberadaannya sendiri. Bagi sebagian filsuf, pandangan ini merupakan keniscayaan agar keesaan Tuhan tetap terjaga. Sebab jika Tuhan mengetahui keberagaman segala sesuatu, berarti Tuhan juga mempunyai keberagaman dalam diri-Nya. Jalan pikiran ini akhirnya meletakkan Tuhan semata-mata berada dalam Zat-Nya sendiri dan tidak ada yang lain.
    Di dalam filsafat Ibn Rusyd, dinyatakan bahwa Tuhan tidak mengetahui soal-soal juz’iyah seperti yang diungkapkan oleh Aristoteles. Pemikiran ini didasarkan pada argumen bahwa yang menggerakkan itu, yakni Tuhan, merupakan akal yang murni dan bahkan akal yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu, pengetahuan dari akal yang tertinggi itu haruslah merupakan pengetahuan yang tertinggi pula agar ada persesuaian antara yang mengetahui dan yang diketahui. Oleh karena itu pula, tidak mungkin Tuhan mengetahui selain Zat-Nya sendiri. Sebab tidak ada suatu zat lain yang sama luhurnya dengan Zat Tuhan. Sesuatu yang diketahui Tuhan menjadi sebab bagi adanya pengetahuan Tuhan. Jadi, jika Tuhan mengetahui hal-hal yang kecil, itu berarti bahwa pengetahuan Tuhan itu disebabkan oleh hal-hal yang kurang sempurna, dan hal ini tentu tidak wajar. Oleh karena itu, sudah seharusnya Tuhan tidak mengetahui selain Zat-Nya sendiri.
    Sementara dalam konteks hubungan antara agama dengan filsafat, pemikiran Ibnu Rusyd tidak jauh berbeda dengan pandangan al-Kindi sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, yakni membantah anggapan yang menyatakan bahwa agama bertentangan dengan filsafat. Menurut Ibnu Rusyd, agama dan filsafat dapat dipertemukan dengan bantuan alat berupa akal pikiran. Jadi anggapan yang menyatakan bahwa agama bertentangan dengan filsafat hanya berlaku bagi mereka yang tak memiliki metode untuk mempertemukan keduanya, dan lebih jauh tidak mempergunakan akal pikian mereka.
    Masih menurut Ibnu Rusyd, manusia memiliki dua gambaran yang dinamakan percept (perasaan) dan concept (pikiran). Perasaan adalah gambaran khusus yang dapat diperoleh dengan pengalaman berasal dari materi. Ibnu Rusyd memberi perbedaan antara perasaan dan akal dan memisahkan pula antara pengetahuan akali (aqli) dengan pengetahuan indrawi (naqli). Dengan sendirinya kedua pengetahuan ini berbeda dalam hal cara manusia memperolehnya. Pengetahuan naqli diperoleh dengan persepsi, sedangkan pengetahuan aqli diperoleh lewat akal, pemahaman dilakukan dengan penalaran.
    Akal sendiri dibagi jadi dua jenis, yaitu akal praktis dan akal teoritis. Akal yang pertama memiliki fungsi sensasi, di mana akal ini dimiliki oleh semua manusia. Di samping memiliki fungsi sensasi, akal praktis memiliki pengalaman dan ingatan. Sementara akal teoritis memiliki tugas untuk memperoleh pemahaman (konsepsi) yang bersifat universal.


    [1] Pemikiran Ibnu Rusyd memang populer di Barat karena gagasan integrasi filsafat dan agamanya. Pemikirannya tersebar luas di Eropa sejak diterjemahkan dan diterapkan di gereja-gereja, sehingga menjadi gerakan Averroism. Sebenarnya Averroism sendiri tidak murni mengikuti Ibnu Rusyd, melainkan telah bercampur dengan Aristotelianisme radikal dan heterodok. Ide utama Averroism adalah dua jalan menuju kebenaran, yaitu filsafat dan wahyu, yang dikenal dengan “teori kebenaran ganda” (double truth), keabadian alam, kesatuan akal semua manusia (monopsychism), dan kebangkitan orang mati.

    No comments:

    Post a Comment

    Most Popular

    Featured Post

    Kisah Cinta Habibie-Ainun

    Nama lengkapnya adalah Hasri Ainun Besari, namun kemudian lebih dikenal sebagai Ainun Habibie. Dia adalah perempuan yang selalu ada d...

    Fashion

    Beauty

    Travel