• GOEDANG BIOGRAFI

    Wednesday, November 23, 2016

    Biografi Saul Kripke

    Saul Kripke (1940 - )


    Saul Aaron Kripke  lahir pada 13 November 1940. Dia adalah seorang filsuf Amerika dan ahli logika. Dia adalah seorang professor emeritus di Princeton dan menjadi Professor Filsafat di CUNY Graduate Center Sejak 1960-an. Kripke adalah tokoh sentral dalam sejumlah bidang yang berkaitan dengan logika matematika, filsafat bahasa, Filsafat Matematika, metafisika, dan epistemology.

    Kripke adalah Penerima Schock Prize  2001 dalam Logika dan Filsafat.  Sebuah jajak pendapat terbaru yang dilakukan mendudukkan Kripke di antara sepuluh orang filsuf paling penting dalam 200 - tahun terakhir. Yang luar biasa bagi seorang filsuf profesional, Kripke hanyalah bergelar sarjana dari Harvard. 

    Karyanya sangat mempengaruhi filsafat analitik dan kontribusinya yang terpenting adalah sebuah deskripsi modalitas  metafisika yang sekarang disebut sebagai semantik Kripke. Kontribusi penting lainnya adalah pendapatnya tentang kebenaran posteriori, seperti  “air adalah H_2 O. “

    Pada tahun 2001, Kripke memperoleh anugerah Schock Prize, setara dengan hadiah Nobel dalam bidang filsafat. Dia dianggap sebagai filsuf terbesar di dunia, mungkin yang terbesar sejak Wittgenstein. Tidak seperti Wittgenstein  yang kecil dan ramping, Kripke berpenampilan sebagaimana seorang filsuf: berwajah merah muda, berjanggut putih, kusut, dan sipit. Dia sering membawa buku-bukunya dan makalahnya dalam kantong belanja plastik.

    Saul Kripke adalah anak seorang rabi. Dia lahir di New York dan dibesarkan di Omaha. Dilihat dari kisah hidupnya, dia benar-benar merupakan anak ajaib. Ketika masih kelas empat,  ia telah menemukan teori tentang aljabar, dan pada akhir sekolahnya,  ia telah menguasai geometri dan kalkulus sambil belajar filsafat. Saat masih remaja, dia telah menulis serangkaian tulisan yang akhirnya mengubah studi logika modal. Dia pernah mendapat surat dari jurusan matematika Harvard, yang isinya berharap agar ia melamar menjadi pengajar di Harvard, namun Kripke menolak dan menjelaskan, “Kata ibu saya, saya harus menyelesaikan sekolah SMA dan belajar di perguruan tinggi terlebih dahulu. “

    Perguruan tinggi yang akhirnya dia pilih adalah Harvard. Ketika masih kuliah di Harvard, Kripke diam-diam telah mulai mengajar pasca sarjana di Massachusetts Institute of Technology, dan setelah mendapatkan B.A, dia dengan mudah dapat memperoleh gelar yang lebih tinggi. Siapa yang bisa mengajarinya sesuatu yang dia sudah tahu ? Karena itu, ia mulai mengajar dan menerbitkan buku. Bukunya tahun 1980 yang berjudul Naming and Necessity termasuk buku filsafat paling berpengaruh dalam 50 tahun terakhir, dan bukunya 1982 tentang filsafat Wittgenstein sangat menarik sehingga beberapa cendekiawan saat ini mengacu pada sosok komposit yang dikenal sebagai Kripkenstein.

    Richard Rorty seorang profesor emeritus komparatif sastra di Stanford pernah berkata, “Sebelum Kripke, ada semacam pergeseran dalam filsafat analitik ke  arah idealisme linguistik – sebuah gagasan yang mengatakan bahwa bahasa tidak diatur oleh dunia. Dan Kripke hampir seorang diri mengubah  semua itu. “ Kecuali pada kesempatan yang sangat langka, Kripke tidak benar-benar mengatur kata-kata itu dalam tulisannya. Tetapi dia merenung, mengumpulkan beberapa teks, membuat garis imaninasi yang longgar, dan kemudian di beberapa kesempatan di depan publik, kuliah, atau seminar, dia hanya berbicara di luar kepala. Pembicaraan ini kemudian ditranskrip, dan Kripke mengedit dan merevisi ceramahnya yang telah ditulis orang lain itu, kemudian dibuat draftnya sebelum menyetujui untuk publikasikan.

    Michael Devitt, seorang profesor CUNY dan mantan ketua program filsafat di Graduate Center yang berperan penting dalam membawa Kripke ke sana, mengatakan metode Kripkean, “Dia tampaknya hanya bekerja di luar kepala. Seolah-olah dia punya akses istimewa terhadap realitas. “

    Ceramah Kripke  yang berjudul “The First Person “membahas tentang pertanyaan filsafat mengenai makna dan referensi kata ganti “aku “dan masuk kedalam spekulasi metafisik yang memabukkan tentang sifat diri. Berbicara dengan nada melengking, suara bernada tinggi, ia berputar mengitari subjek, atau berteori tentang rancangan besar. Ketika ceramahnay selesai, dia pun mendapatkan aplaus yang luar biasa.

    Setelah itu, sekelompok orang mendekati Kripke, dan seorang mahasiswa pascasarjana dari Rutgers, Karen Lewis, menjelaskan bahwa hari itu – sebagaimana Kripke -- ia juga berulang tahun, “Anda adalah filsuf abad ke-20 idola saya, “katanya. “Saya sangat sangat terkesan dengan ceramah Anda. “Kripke berseri-seri dan sangat berbahagia dengan pengakuan mahasiswa tersebut.

    Kripke telah memberikan banyak kontribusi untuk filsafat, dan banyak disertasi doktoral telah ditulis tentang karyanya. Tapi Kripke juga banyak dikritik. Seorang mantan mahasiswanya menulis sebuah novel di mana karakter utamanya  tampaknya adalah Kripke. Dalam novel ini, yang berjudul The Mind-Body,   karakter utama memiliki masalah dengan hubungan antara yang abstrak dan yang konkret. Orang itu, secara intelektual berbicara sangat fasih, tetapi di luar bidang akademik, ia tidak berkarya.

    Kripke tidak peduli banyak tentang justifikasi untuk berfilsafat. Ketika seseorang bertanya mengapa dia menyelidiki filsafat bahasa, ia mengatakan bahwa ia bekerja pada topik tersebut hanya karena ia merasakan bahwa filsafat bahasa sangat menarik baginya. Keingintahuan intelektual murnilah yang mendorong dirinya. Dia berpendapat bahwa filsafat harus relevan dengan kehidupan adalah ide modern. Banyak filsafat tidak memiliki relevansi dengan kehidupan. Etika dan filsafat politik relevan dengan kehidupan. Tujuan filsafat tidak pernah relevan dengan kehidupan. Tapi etika dan filsafat politik dapat relevan.

    Ketika seseorang bertanya kepadanya apakah negatif jika filsafat sekarang dikaitkan dengan karir profesional dan bukan untuk mencari kebenaran, dia menjawab, “Mungkin tidak pernah ada pencarian kebenaran tanpa syarat. Para filsuf besar melakukannya sebagai karir profesional. Filsuf abad pertengahan adalah biarawan, tetapi juga profesor. Descartes bukan profesor, tapi dia mengajar.”

    Dalam sebuah ceramahnya, Kripke  pernah menyatakan  dengan serius, “Saya tidak memiliki prasangka sebagaimana prasangka yang banyak dimiliki orang-orang saat ini. Saya tidak percaya pada pandangan dunia naturalis. Saya tidak mendasarkan pemikiran saya pada prasangka atau pandangan dunia, dan tidak percaya pada materialisme. “Dia menyatakan bahwa banyak orang berpikir bahwa mereka memiliki pandangan dunia ilmiah dan percaya pada materialisme, tetapi sesungguhnya mereka telah memeluk sebuah ideologi.

    No comments:

    Post a Comment

    Most Popular

    Featured Post

    Kisah Cinta Habibie-Ainun

    Nama lengkapnya adalah Hasri Ainun Besari, namun kemudian lebih dikenal sebagai Ainun Habibie. Dia adalah perempuan yang selalu ada d...

    Fashion

    Beauty

    Travel