Arthur Schopenhauer (1788-1860)
Arthur Schopenhauer lahir di Danzig
(sekarang Gdansk) pada 22 Februari 1788, anak dari seorang pedagang bernama
Heinrich Floris Schopenhauer, dan ibunya bernama Johanna Troisner. Ketika Schopenhauer berusia 17, ayahnya memasukkannya di sebuah sekolah
bisnis di Hamburg. Ia juga magang pada seorang pedagang di Danzig (1804) dan
Hamburg (1805-1807), dengan harapan bahwa kelak ia akan mengambil alih bisnis
ayahnya. Namun, setelah kematian ayahnya, Schopenhauer memasuki gimnasium di Gotha
(1807). Dia kemudian tinggal bersama sarjana Yunani Franz Passow, yang
membimbing studi klasiknya. Kali ini ia meraih begitu banyak kemajuan
sehingga dalam dua tahun ia mampu
membaca bahasa Yunani dan Latin dengan kefasihan dan penuh minat.
Pada tahun 1809, ibunya menyerahkan kepadanya (pada usia dua
puluh satu) sepertiga bagian dari tanah ayahnya, yang memberinya penghasilan
yang cukup, dan pada bulan Oktober 1809, ia masuk ke Universitas Göttingen
sebagai mahasiswa di bidang kedokteran. Jurusan filsafat tetap ditekuninya atas
saran dari GE Schulze, terutama untuk
belajar Plato dan Kant. Dia kemudian meraih gelar doktor filsafat dari
Universitas Jena tahun 1813, dan pada tahun yang sama, sebuah penerbitan di Rudolstadt menerbitkan buku pertamanya, “Uber
die vierfache Wurzel des Satzes vom zureichenden Grunde “,yang tersimpan di
Perpustakaan Filologi Bohn (1889). Dari 1814-1818, ia tinggal di Dresden. Di Universitas Berlin,
ia mengikuti kuliah Johann Fichte
(1762-1814) selama dua tahun. Kuliah ini dihadiri Schopenhauer dengan semangat
oposisi, yang konon telah berubah menjadi penghinaan.
Pada November 1813, Schopenhauer
kembali ke Weimar, dan selama beberapa Bulan tinggal dengan ibunya.
Meskipun dia selalu berkonflik dengan
ibunya, ibunya mendirikan salon di Weimar, yang memungkinkan dia untuk bertemu
tokoh-tokoh sastra, termasuk Johann Wolfgang von Goethe, yang menginspirasi
Schopenhauer mengenai Visi dan Warna pada 1816. Selama waktu tersebut, ia
menjalin beberapa persahabatan yang mempengaruhi pemikirannya pada masa-masa
selanjutnya. Percakapannya dengan Orientalist F. Mayer mengarahkan studinya ke
spekulasi filosofis India kuno. Dia adalah filsuf Barat pertama yang memiliki
akses ke terjemahan dari bahan filsafat dari India, baik Weda dan Buddha,
dimana dia sangat terpengaruh dengan keduanya. Pada tahun 1808, Friedrich Schlegel menerjemahkan
Kebijaksanaan Hindu kuno sehingga membawa Filsafat Brahman dalam kisaran sastra
Eropa. Schopenhauer juga tertarik dengan
terjemahan dari Upanishad yang pada 1801 – 1802, dimana Anquetil Duperron telah
menerbitkannya dari versi Persia asli Sariskrit. Schopenhauer juga merupakan
filsuf besar Eropa pertama yang membahas ateisme, namun ia juga mengagumi
asketisme Kristen dan Buddhisme.
Schopenhauer pada tahun 1818
menerbitkan Die Welt als Wille und Vorstellung, dalam empat buku, dengan
lampiran yang berisi kritik terhadap filsafat Kantian. Buku Satu menganggap
dunia sebagai ide. Idenya didefinisikan sebagai objek pengalaman dan ilmu
pengetahuan, dan tergantung pada prinsip alasan yang cukup. Buku Dua menganggap
dunia sebagai kehendak, menunjukkan bagaimana kehendak memanifestasikan dirinya
di dunia. Buku Tiga menganggap Ide Platonis, yang merupakan gagasan independen mengenai prinsip Akal. Buku Empat
membahas implikasi etis dari penegasan dan penolakan kehendak untuk hidup.
Metafisika Schopenhauer, sebagaimana dinyatakan dalam The World as Will And
Representation, terstruktur melalui
serangkaian kecil pembagian dikotomis. Schopenhauer membanggakan diri pada kesederhanaan
ini dibandingkan dengan Kant, yang sistemnya dapat dibandingkan dengan katedral
Gothic. Perbedaan dasar tersebut dalam metafisika Schopenhauer adalah antara
representasi dalam diri menjadi kehendak. Kehendak juga diperkenalkan dalam
Buku II, di mana manifestasinya dalam alam juga dikaji. Buku IV juga membahas
tentang penolakan kehendak, diri, dan kepentingan pribadi, yang bagi
Schopenhauer menghasilkan teori kedua tentang moralitas dan kekudusan, dimana
moralitas kepentingan pribadi dibatasi demi kepentingan orang lain, dan
kekudusan adalah semua kehendak untuk hidup menjadi berhenti. Kefasihan
terbesar Schopenhauer tentang kejahatan, penderitaan, kesia-siaan hidup, dan
penebusan melalui penyangkalan diri, dijelaskan di dalamnya. Tentang kepribadian
Schopenhauer, dia adalah seorang pesimis dan tidak ramah. Ia tidak menyukai
Hegel, dan ingin menyaingi Hegel dalam memberikan kuliah. Sayangnya, para
mahasiswa lebih menyukai Hegel daripada
dirinya. Mahasiswa yang mendengarkan ceramah Schopenhauer hanya beberapa
gelintir saja. Akhirnya dia berhenti mengajar di universitas karena sangat
sulit untuk menyaingi Hegel. Karena dia seorang yang kaya, dia bisa mencurahkan
waktunya untuk menulis buku. Dalam beberapa tulisannya, Schopenhauer sering
menjuluki Hegel sebagai penipu.
Mengenai
penyebabnya mengapa Schopenhauer benci kepada Hegel, Robert C. Solomon dan
Kathleen M. Higgins menulis dalam A Short History of Philosophy, “Schopenhauer
sangat membenci Hegel karena optimismenya, dimana Hegel merasakan bahwa umat
manusia sedang mengalami kemajuan. Sedangkan Schopenhauer berpendapat bahwa
sebagian besar manusia merasa mengetahui dunia yang sedang dihadapinya, padahal
banyak misteri yang tidak diketahui dalam kehidupan ini. Itulah sebabnya
Schopenhauer mengagumi pemikiran Immanuel Kant. Schopenhauer membenarkan
pernyataan Kant yang membagi realitas ke dalam dunia fenomena dan dunia
noumena.
Menurut
Schopenhauer, seseorang tidak dapat dikatakan sebagai filsuf jika pemikirannya
sama dengan filsuf sebelumnya. Predikat filsuf berkaitan dengan originalitas
berpikirnya. Itulah sebabnya, Schopenhauer mengatakan bahwa filsafatnya
merupakan koreksi terhadap filsafat
Kant. Ia berpendapat bahwa Kant benar dalam membagi realitas menjadi dua. Akan
tetapi, Kant salah dalam menjelaskan tentang kedua realitas tersebut. Kant
melakukan kesalahan dalam menjelaskan dunia fenomenal. Meskipun Kant mengatakan
bahwa semua pengetahuan manusia harus diperoleh dari pengalaman, kenyataannya
Kant malah mengarahkan penyelidikannya bukan pada hakikat pengalaman,
tetapi pada hakikat berpikir konseptual.
Untuk merevisi kesalahan ini, Schopenhauer berusaha mencari solusi dengan
melakukan penyelidikan tentang bagaimana manusia manusia menyadari realitas
mengalami, mengetahui, dan menghubungkan realitas yang khas.
Dalam
kaitannya dengan dunia fenomenal, Schopenhauer berpendapat bahwa filsafat Kant
mempunyai dua kesalahan. Pertama, Kant memandang dunia noumena terdiri dari
hal-hal dalam-dirinya-sendiri. Kedua, Kant beranggapan bahwa noumena adalah hasil
dari persepsi manusia. Bagi Schopenhauer, manusia mendapatkan gagasan tentang
diferensiasi jika dilingkungi oleh
konsep ruang dan waktu. Sedangkan Kant menyatakan bahwa ruang dan waktu adalah
bentuk-bentuk sensibilitas manusia. Dengan demikian, konsep ruang dan waktu
tidak akan terwujud dalam sebuah realitas tanpa subjek, karena dalam semua
eksistensi telah ada dalam dirinya sendiri yang tidak tergantung pada
pengalaman. Itulah sebabnya diferensiasi hanya bisa diwujudkan dalam dunia
pengalaman, tetapi tidak bisa dilakukan dalam dunia realitas noumena. Tentunya
tidak mungkin ada benda-benda dalam dirinya
sendiri dan memiliki eksistensi yang tidak tergantung pada subjek yang
mengalaminya. Pada hakikatnya, pengetahuan bersifat dualistis, yaitu sebagai
kandungan dari pengetahuan itu dan sebagai sesuatu yang mengetahui.
Dalam tulisannya yang lain,
Schopenhauer berpendapat ketika orang mengambil keputusan, dia akan dihadapkan dengan berbagai akibat. Maka,
keputusan yang diambil tentu memiliki alasan.
Keputusan ini menjadi tidak bebas
bagi orang yang pemilihnya. Pemilih harus dihadapkan pada beberapa akibat dari
keputusan yang diambilnya. Tindakan yang dilakukan seseorang merupakan
kebutuhan dan tanggung jawabnya.
Kebutuhan dan tanggung jawab itu sudah dibawa sejak lahir dan bersifat
kekal. Schopenhauer mempertanyakan, jika tidak ada keinginan bebas, haruskah
kejahatan itu dihukum? Pemikiran
Schopenhauer ini merupakan Idealisme_Jerman, dan pendapatnya ini dibuktikan melalui
perbandingan antara filsafat Schopenhauer dengan Idealisme Jerman. Kedua
pemikiran itu menyatakan bahwa realitas
bersifat subjektif, yakni semua kenyataan merupakan bentuk kesadaran Subjek.
Dunia juga dianggap sebagai ide.
Perhatian utama Schopenhauer dalam
penyelidikan filsafatnya adalah mengenai motivasi seseorang. Filsuf terkemuka
Hegel juga pernah mempopulerkan konsep Zeitgeist (ide) bahwa masyarakat
memiliki kesadaran untuk berkumpul yang digerakkan oleh sebuah arah yang jelas.
Schopenhauer membaca tulisan filsuf terkemuka ketika kuliahnya, yaitu
Hegel. Namun, Schopenhauer mengkritik
optimisme logika yang diketengahkan oleh filsuf terkemuka tersebut yang
mempercayai bahwa manusia didorong oleh keinginan dasar sendiri, atau Wille zum
Leben (keinginan untuk hidup). Schopenhauer berpendapat bahwa keinginan manusia
itu sia-sia dan tidak logis. Dia berpendapat bahwa keinginan adalah sebuah
eksistensi metafisik yang mengendalikan tindakan-tindakan individual. Keinginan
menurut Schopenhauer ini sama dengan yang dimaksud Kant yang olehnya
diistilahkan sesuatu yang ada di dalamnya sendiri. Menurut pandangan filosofis Schopenhauer,
hidup adalah penderitaan. Schopenhauer menolak kehendak, terlebih lagi kehendak
untuk membantu orang menderita. Konsep pemikiran Schopenhauer adalah menolak
kehendak untuk hidup dan segala manifestasinya, tetapi ternyata, ia sediri
takut dengan kematian.
No comments:
Post a Comment