Jeremy Bentham
Jeremy
Bentham, putra seorang pengacara, lahir di London pada tahun 1748. Sebagai
seorang cendekiawan yang brilian, Bentham masuk Queen College, Oxford, pada
umur dua belas dan diterima di Lincoln Inn pada usia lima belas tahun., Boleh
dikatakan bahwa ketika masih kecil ia adalah seorang anak ajaib. Betapa tidak,
ketika masih anak-anak dia sudah mulai membaca buku tentang sejarah bangsa
Inggris. Bahkan, dia mulai mempelajari
bahasa Latin semenjak berumur tiga
tahun.
Namun
demikian, Bentham adalah seorang lelaki pemalu yang tidak suka berpidato di
depan publik. Karena itu ia memutuskan untuk meninggalkan Lincoln Inn dan
berkonsentrasi menulis. Bentham menghasilkan serangkaian buku tentang filsafat,
ekonomi, dan politik.
Bentham
meninggal di London, 6 Juni 1832 dengan meninggalkan rumah besar yang digunakan
untuk membiayai Newly University College, London, dan meninggalkan puluhan ribu
halaman, di antaranya berupa sketsa, yang direncanakan untuk diterbitkan.
Pemikiran
filsafat Bentham sangat terpengaruh oleh filsuf Prancis sebelum revolusi.
Bentham mengembangkan gagasan mereka lebih lanjut, yang kelak di kemudian hari
mempengaruhi sosialisme di Inggris pada abad 19. Bentham beserta para
pengikutnya adalah para freethinker, yakni pemikir bebas yang tidak mempercayai
agama, lagi pula para freethinker tidak diperkenankan masuk ke Universitas
Oxford maupun Cambridge. Maka mereka mendirikan universitas baru, yakni
University College London, yang berdiri pada tahun 1826.
Ketika
asyik mendalami dan mempelajari ilmu hukum, Bentham merasa kecewa terhadap
praktik hukum pada saat itu. Maka ia memutuskan untuk mulai menulis
pemikiran-pemikirannya dan kritiknya
terhadap praktik hukum pada saat itu. Dia juga menuliskan pendapatnya untuk
meningkatkan kualitas hukum. Salah satu tulisannya yaitu Handbook of Political
Fallacies, ditulis pada tahun 1824. Dalam buku ini dijelaskan tentang logika
dan retorika dalam debat politik. Pemikiran Bentham yang sangat terkenal adalah
“Greatest happiness principle “.
Bentham
adalah penganut mazhab Utilitarianisme atau kemanfaatan, yakni cara untuk
menunjukkan sesuatu yang paling utama bagi manusia. Menurut Bentham, kewajiban moral hendaknya
menghasilkan kebahagiaan sebanyak mungkin pada sejumlah besar orang, yakni
kebahagiaan yang diukur dengan adanya kenikmatan dan berkurangnya penderitaan,
atau dengan kata lain menghasilkan manfaat. Bentham menjelaskan, “Yang dimaksud
dengan prinsip manfaat adalah prinsip yang menyetujui atau tidak menyetujui
setiap tindakan apa saja, berdasarkan kecenderungan untuk memunculkan atau
meniadakan kebahagiaan pihak berkepentingan, atau dengan kata lain, untuk
meningkatkan atau menghilangkan kebahagiaan. “Bentham menjelaskan bahwa hal ini
berlaku untuk setiap tindakan apa saja yang tidak mengoptimalkan kebahagiaan
terbesar. Secara moral, pengorbanan yang menyebabkan kesengsaraan adalah
tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
Filsafat
moral Bentham mencerminkan pandangan psikologis bahwa pendorong utama yang
melatarbelakangi tindakan pada diri manusia adalah kenikmatan dan kesengsaraan.
Bentham mengakui bahwa teorinya mengenai prinsip kemanfaatan memang tidak
memasukkan bukti langsung, tetapi hal tersebut tidak perlu dipersoalkan karena
prinsip tentang penjelasan tidak menunjukkan penjelasan samasekali, dan semua
penjelasan harus ada permulaannya. Itulah sebabnya tidak perlu dijelaskan
mengapa kebahagiaan lain atau kebahagiaan umum harus dibicarakan. Namun
demikian, kenyataannya Bentham mengetengahkan pemikirannya yang menjawab
pertanyaan mengapa orang harus peduli terhadap kebahagiaan orang lain. Menurut
Bentham, prinsip kemanfaatan (utilitarianisme) bersifat individu, yang ketika
melakukan perbuatan berpijak pada eksplisitas dan implisitas, dan hal ini dapat
ditentukan dan dipastikan dengan observasi sederhana. Bentham berprinsip bahwa
semua sistem moralitas dapat direduksi
menjadi prinsip simpati dan antipasti. Keduanya dapat mendefinisikan tentang
kemanfaatan. Menurut Bentham, jika kenikmatan itu baik, tetapi kebaikannya
dapat menggangu kesenangan orang lain, sSekalipun hambatan moral untuk
mengoptimalkan kesenangan mendorong kepentingan tertentu dari tindakan manusia.
Bentham berpendapat kebahagiaan umum dapat diperoleh dengan mudah karena hasrat
orang lain dilingkungi oleh diri mereka sendiri.
Di
samping sangat cerdas, Bentham adalah sosok yang sangat rajin dan tekun. Dia
sanggup belajar berjam-jam, bahkan sering menulis 6 hingga 8 jam perhari.
Meskipun pemikirannya sangat cemerlang, hanya sedikit orang yang mengapresiasi
karya-karyanya. Banyak orang yang kurang menghargai gagasan Bentham. Bentham
pernah mengajukan sebuah gagasan yang aneh pada tahun 1791, dia mengajukan
desain gedung penjara yang ia beri nama Panopticon, artinya melihat semuanya.
Panopticon adalah sel-sel yang berbentuk melingkar, dan pintu sel menghadap ke
tengah lingkaran. Dinding sel yang satu dengan yang lain dibuat tebal, untuk menghindari komunikasi di antara
penghuni sel. Jendela kecil dipasang di bagian belakang sel sehingga cahaya
dapat masuk guna menerangi isi sel. Sebuah menara pengawas dengan jendela
penutup dipasang di tengah lingkaran. Dengan bentuk seperti itu, penjaga dapat
melihat semua penghuni sel, sedangkan penghuni sel tidak dapat melihat penjaga.
Dalam
menulis, Bentham mempunyai kebiasaan yang aneh. Sebelum sebuah tulisan selesai,
seringkali dia memulai tulisan yang lain
dan meninggalkan tulisan pertama yang pada akhirnya tidak pernah selesai. Jika
tulisannya itu selesai, ia tidak melakukan sesuatu apa pun untuk
menerbitkannya. Namun karena bantuan
teman-temannya, tulisan Bentham akhirnya dapat diterbitkan, dan di
antara karya-karyanya yang diterbitkan setelah ia meninggal. Tidak seperti orang-orang pada umumnya,
Bentham justru semakin radikal ketika umurnya semakin tua. Beberapa tahun
sebelum wafatnya pada usia 84, yakni pada 1824, dengan biayanya sendiri Bentham
mendirikan sebuah forum, Westminister Review. Forum ini selama bertahun-tahun
menjadi forum yang efektif bagi munculnya gagasan-gagasan cemerlang. Tiga decade kemudian, berkat Westminister
Review, perhatian dunia tertuju pada filsafat Schopenhauer yang sempat diabaikan
selama hampir 35 tahun.
No comments:
Post a Comment