• GOEDANG BIOGRAFI

    Monday, May 9, 2016

    Pemikiran dan Biografi Arthur Schopenhauer (1788-1860)



    Arthur Schopenhauer  (1788-1860)

     

                Arthur Schopenhauer lahir di Danzig (sekarang Gdansk) pada 22 Februari 1788, anak dari seorang pedagang bernama Heinrich Floris Schopenhauer, dan ibunya bernama  Johanna Troisner. Ketika Schopenhauer berusia  17, ayahnya memasukkannya di sebuah sekolah bisnis di Hamburg. Ia juga magang pada seorang pedagang di Danzig (1804) dan Hamburg (1805-1807), dengan harapan bahwa kelak ia akan mengambil alih bisnis ayahnya. Namun, setelah kematian ayahnya, Schopenhauer memasuki gimnasium di Gotha (1807). Dia kemudian tinggal bersama sarjana Yunani Franz Passow, yang membimbing studi klasiknya. Kali ini ia meraih begitu banyak kemajuan sehingga  dalam dua tahun ia mampu membaca bahasa Yunani dan Latin dengan kefasihan dan penuh minat.
                Pada tahun 1809,  ibunya menyerahkan kepadanya (pada usia dua puluh satu) sepertiga bagian dari tanah ayahnya, yang memberinya penghasilan yang cukup, dan pada bulan Oktober 1809, ia masuk ke Universitas Göttingen sebagai mahasiswa di bidang kedokteran. Jurusan filsafat tetap ditekuninya atas saran dari GE Schulze, terutama  untuk belajar Plato dan Kant. Dia kemudian meraih gelar doktor filsafat dari Universitas Jena tahun 1813, dan pada tahun yang sama, sebuah penerbitan  di Rudolstadt menerbitkan buku pertamanya, “Uber die vierfache Wurzel des Satzes vom zureichenden Grunde “,yang tersimpan di Perpustakaan Filologi Bohn (1889). Dari 1814-1818,  ia tinggal di Dresden. Di Universitas Berlin, ia  mengikuti kuliah Johann Fichte (1762-1814) selama dua tahun. Kuliah ini dihadiri Schopenhauer dengan semangat oposisi, yang konon telah berubah menjadi penghinaan.
                Pada November 1813, Schopenhauer kembali ke Weimar, dan selama beberapa Bulan tinggal dengan ibunya. Meskipun  dia selalu berkonflik dengan ibunya, ibunya mendirikan salon di Weimar, yang memungkinkan dia untuk bertemu tokoh-tokoh sastra, termasuk Johann Wolfgang von Goethe, yang menginspirasi Schopenhauer mengenai Visi dan Warna pada 1816. Selama waktu tersebut, ia menjalin beberapa persahabatan yang mempengaruhi pemikirannya pada masa-masa selanjutnya. Percakapannya dengan Orientalist F. Mayer mengarahkan studinya ke spekulasi filosofis India kuno. Dia adalah filsuf Barat pertama yang memiliki akses ke terjemahan dari bahan filsafat dari India, baik Weda dan Buddha, dimana dia sangat terpengaruh dengan keduanya. Pada tahun 1808,  Friedrich Schlegel menerjemahkan Kebijaksanaan Hindu kuno sehingga membawa Filsafat Brahman dalam kisaran sastra Eropa.  Schopenhauer juga tertarik dengan terjemahan dari Upanishad yang pada 1801 – 1802, dimana Anquetil Duperron telah menerbitkannya dari versi Persia asli Sariskrit. Schopenhauer juga merupakan filsuf besar Eropa pertama yang membahas ateisme, namun ia juga mengagumi asketisme Kristen dan Buddhisme.
                Schopenhauer pada tahun 1818 menerbitkan Die Welt als Wille und Vorstellung, dalam empat buku, dengan lampiran yang berisi kritik terhadap filsafat Kantian. Buku Satu menganggap dunia sebagai ide. Idenya didefinisikan sebagai objek pengalaman dan ilmu pengetahuan, dan tergantung pada prinsip alasan yang cukup. Buku Dua menganggap dunia sebagai kehendak, menunjukkan bagaimana kehendak memanifestasikan dirinya di dunia. Buku Tiga menganggap Ide Platonis, yang merupakan gagasan  independen mengenai prinsip Akal. Buku Empat membahas implikasi etis dari penegasan dan penolakan kehendak untuk hidup. Metafisika Schopenhauer, sebagaimana dinyatakan dalam The World as Will And Representation,  terstruktur melalui serangkaian kecil pembagian dikotomis. Schopenhauer membanggakan diri pada kesederhanaan ini dibandingkan dengan Kant, yang sistemnya dapat dibandingkan dengan katedral Gothic. Perbedaan dasar tersebut dalam metafisika Schopenhauer adalah antara representasi dalam diri menjadi kehendak. Kehendak juga diperkenalkan dalam Buku II, di mana manifestasinya dalam alam juga dikaji. Buku IV juga membahas tentang penolakan kehendak, diri, dan kepentingan pribadi, yang bagi Schopenhauer menghasilkan teori kedua tentang moralitas dan kekudusan, dimana moralitas kepentingan pribadi dibatasi demi kepentingan orang lain, dan kekudusan adalah semua kehendak untuk hidup menjadi berhenti. Kefasihan terbesar Schopenhauer tentang kejahatan, penderitaan, kesia-siaan hidup, dan penebusan melalui penyangkalan diri, dijelaskan di dalamnya. Tentang kepribadian Schopenhauer, dia adalah seorang pesimis dan tidak ramah. Ia tidak menyukai Hegel, dan ingin menyaingi Hegel dalam memberikan kuliah. Sayangnya, para mahasiswa lebih menyukai  Hegel daripada dirinya. Mahasiswa yang mendengarkan ceramah Schopenhauer hanya beberapa gelintir saja. Akhirnya dia berhenti mengajar di universitas karena sangat sulit untuk menyaingi Hegel. Karena dia seorang yang kaya, dia bisa mencurahkan waktunya untuk menulis buku. Dalam beberapa tulisannya, Schopenhauer sering menjuluki Hegel sebagai penipu.
    Mengenai penyebabnya mengapa Schopenhauer benci kepada Hegel, Robert C. Solomon dan Kathleen M. Higgins menulis dalam A Short History of Philosophy, “Schopenhauer sangat membenci Hegel karena optimismenya, dimana Hegel merasakan bahwa umat manusia sedang mengalami kemajuan. Sedangkan Schopenhauer berpendapat bahwa sebagian besar manusia merasa mengetahui dunia yang sedang dihadapinya, padahal banyak misteri yang tidak diketahui dalam kehidupan ini. Itulah sebabnya Schopenhauer mengagumi pemikiran Immanuel Kant. Schopenhauer membenarkan pernyataan Kant yang membagi realitas ke dalam dunia fenomena dan dunia noumena.
    Menurut Schopenhauer, seseorang tidak dapat dikatakan sebagai filsuf jika pemikirannya sama dengan filsuf sebelumnya. Predikat filsuf berkaitan dengan originalitas berpikirnya. Itulah sebabnya, Schopenhauer mengatakan bahwa filsafatnya merupakan koreksi  terhadap filsafat Kant. Ia berpendapat bahwa Kant benar dalam membagi realitas menjadi dua. Akan tetapi, Kant salah dalam menjelaskan tentang kedua realitas tersebut. Kant melakukan kesalahan dalam menjelaskan dunia fenomenal. Meskipun Kant mengatakan bahwa semua pengetahuan manusia harus diperoleh dari pengalaman, kenyataannya Kant malah mengarahkan penyelidikannya bukan pada hakikat pengalaman, tetapi  pada hakikat berpikir konseptual. Untuk merevisi kesalahan ini, Schopenhauer berusaha mencari solusi dengan melakukan penyelidikan tentang bagaimana manusia manusia menyadari realitas mengalami, mengetahui, dan menghubungkan realitas yang khas.
    Dalam kaitannya dengan dunia fenomenal, Schopenhauer berpendapat bahwa filsafat Kant mempunyai dua kesalahan. Pertama, Kant memandang dunia noumena terdiri dari hal-hal dalam-dirinya-sendiri. Kedua, Kant beranggapan bahwa noumena adalah hasil dari persepsi manusia. Bagi Schopenhauer, manusia mendapatkan gagasan tentang diferensiasi  jika dilingkungi oleh konsep ruang dan waktu. Sedangkan Kant menyatakan bahwa ruang dan waktu adalah bentuk-bentuk sensibilitas manusia. Dengan demikian, konsep ruang dan waktu tidak akan terwujud dalam sebuah realitas tanpa subjek, karena dalam semua eksistensi telah ada dalam dirinya sendiri yang tidak tergantung pada pengalaman. Itulah sebabnya diferensiasi hanya bisa diwujudkan dalam dunia pengalaman, tetapi tidak bisa dilakukan dalam dunia realitas noumena. Tentunya tidak mungkin ada benda-benda dalam dirinya  sendiri dan memiliki eksistensi yang tidak tergantung pada subjek yang mengalaminya. Pada hakikatnya, pengetahuan bersifat dualistis, yaitu sebagai kandungan dari pengetahuan itu dan sebagai sesuatu yang mengetahui.
                Dalam tulisannya yang lain, Schopenhauer berpendapat ketika orang mengambil keputusan, dia  akan dihadapkan dengan berbagai akibat. Maka, keputusan yang diambil tentu memiliki alasan.  Keputusan  ini menjadi tidak bebas bagi orang yang pemilihnya. Pemilih harus dihadapkan pada beberapa akibat dari keputusan yang diambilnya. Tindakan yang dilakukan seseorang merupakan kebutuhan dan tanggung jawabnya.  Kebutuhan dan tanggung jawab itu sudah dibawa sejak lahir dan bersifat kekal. Schopenhauer mempertanyakan, jika tidak ada keinginan bebas, haruskah kejahatan itu dihukum?  Pemikiran Schopenhauer ini merupakan Idealisme_Jerman, dan pendapatnya ini dibuktikan melalui perbandingan antara filsafat Schopenhauer dengan Idealisme Jerman. Kedua pemikiran itu menyatakan  bahwa realitas bersifat subjektif, yakni semua kenyataan merupakan bentuk kesadaran Subjek. Dunia juga dianggap sebagai ide. 
                Perhatian utama Schopenhauer dalam penyelidikan filsafatnya adalah mengenai motivasi seseorang. Filsuf terkemuka Hegel juga pernah mempopulerkan konsep Zeitgeist (ide) bahwa masyarakat memiliki kesadaran untuk berkumpul yang digerakkan oleh sebuah arah yang jelas. Schopenhauer membaca tulisan filsuf terkemuka ketika kuliahnya, yaitu Hegel.  Namun, Schopenhauer mengkritik optimisme logika yang diketengahkan oleh filsuf terkemuka tersebut yang mempercayai bahwa manusia didorong oleh keinginan dasar sendiri, atau Wille zum Leben (keinginan untuk hidup). Schopenhauer berpendapat bahwa keinginan manusia itu sia-sia dan tidak logis. Dia berpendapat bahwa keinginan adalah sebuah eksistensi metafisik yang mengendalikan tindakan-tindakan individual. Keinginan menurut Schopenhauer ini sama dengan yang dimaksud Kant yang olehnya diistilahkan sesuatu yang ada di dalamnya sendiri.  Menurut pandangan filosofis Schopenhauer, hidup adalah penderitaan. Schopenhauer menolak kehendak, terlebih lagi kehendak untuk membantu orang menderita. Konsep pemikiran Schopenhauer adalah menolak kehendak untuk hidup dan segala manifestasinya, tetapi ternyata, ia sediri takut dengan kematian.

    No comments:

    Post a Comment

    Most Popular

    Featured Post

    Kisah Cinta Habibie-Ainun

    Nama lengkapnya adalah Hasri Ainun Besari, namun kemudian lebih dikenal sebagai Ainun Habibie. Dia adalah perempuan yang selalu ada d...

    Fashion

    Beauty

    Travel