• GOEDANG BIOGRAFI

    Monday, June 6, 2016

    Biografi dan Pemikiran Al-Kindi



    Al-Kindi


    A.       Latar belakang kehidupan dan karya-karya al-Kindi
    Nama lengkap al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya`qub ibn Ishaq ibn Shabbah ibn Imran ibn Isma`il ibn Muhammad ibn al-Asy’ath ibn Qais al-Kindi. Ia lahir di Kufah pada tahun 185 H/873 M dari pasangan keluarga kaya dan terhormat.[1] Al-Kindi berasal dari suku Kindah, salah satu suku besar di Jazirah Arab Selatan. Kakek buyutnya, al-Ash’ats ibn Qais, setelah masuk Islam merupakan salah satu sahabat Nabi Saw yang gugur bersama Sa`ad ibn Abi Waqqas dalam perang jihad antara Kaum Muslimin dengan pasukan Persia di Irak. Sementara ayahnya, Ishaq al-Shabbah, pernah menjadi Gubernur Kufah pada masa pemerintahan al-Mahdi (775-785 M) dan al-Rasyid (786-809 M). Ayahnya wafat ketika al-Kindi masih kanak-kanak, namun ia tetap mendapatkan kesempatan menuntut ilmu dengan baik di Basrah dan Baghdad serta dapat bergaul dengan para pemikir Islam terkenal masa itu. Kebetulan saat itu Dinasti Abbasiyah sedang mengalami masa-masa kejayaan dan perkembangan dalam dunia intelektual khususnya paham mu`tazilah.
    Selain sebagai filsuf, al-Kindi juga dikenal sebagai seorang penerjemah yang mahir. Ibn Juljul dalam buku Thabaqat al-Thibba (golongan dokter) menyebutkan bahwa dalam Islam ada 5 orang penerjemah mahir dan salah satunya adalah al-Kindi. Adapun 4 orang lainnya adalah Hunain ibn Ishaq, Ya`qub ibn Ishaq, Tasbit ibn Qurrah, dan Umar ibn Farkhan al-Thabari.
    Lingkungan di mana al-Kindi hidup sangat berpengaruh dalam membentuk kedewasaan intelektualnya. Pada masa al-Kindi hidup, Kufah dan Basrah (2-3 H/8-9 M) merupakan dua pusat kebudayaan Islam. Al-Kindi melewatkan masa kanak-kanak di Kufah yang pada saat itu cenderung pada studi-studi aqliah. Kurikulum yang berlaku pada saat itu bagi anak-anak muslim adalah menghafal alQuran, mempelajari tata bahasa Arab, kesusteraan, dan ilmu hitung. Setelah itu, al-Kindi mulai mempelajari disiplin ilmu lainnya, yaitu fikih dan kalam, akan tetapi dia lebih tertaik pada ilmu pengetahuan dan filsafat, terutama setelah pindah ke Baghdad. Di kota tersebut, al-Kindi bertemu dengan keluarga dinasti Abbasiyah, al-Ma’mun, al-Mu’tashim, dan Ahmad ibn al-Mu’tashim. Al-Kindi juga sempat menjadi guru dari putra al-Mu’tashim, Ahmad al-Mu’tashim.
    Di antara cabang keilmuan yang dikuasai al-Kindi dan diakui oleh dunia hingga saat ini antara lain ilmu kedokteran, aljabar (matematika), ilmu falak, filsafat, semantik, dan bahasa, geometri, astronomi (planet), farmakologi, ilmu jiwa, optika, politik, spiritualistik, metafisika, musik, dan bahkan ia juga dikenal sebagai penulis lagu. Banyak istilah-istilah yang diubah dan dikembangkan oleh al-Kindi bahkan mendapat perhatian dan masih digunakan oleh kalangan ilmuan saat ini seperti: Jirm (tubuh) diubah menjadi Jism; al-tamam (akhir) menjadi al-ghayah; thinah (materi) menjadi maddah; al-tawahhum (imaginasi) menjadi al-takhayyul; al-galibiyyah (nafsu birahi) menjadi al-ghadhabiyah; al-quniah (sifat dan sikap) menjadi al-malakah; dan al-jami`ah (silogisme) menjadi al-qiyas.
    Tidak jauh berbeda dengan para filsuf lainnya, al-Kindi juga merupakan sosok penulis yang produktif melahirkan banyak karya di berbagai kajian, sebanyak cabang keilmuan yang dikuasainya. Salah satu pendapat bahkan menyatakan bahwa selama hidupnya, al-Kindi telah merampungkan sekitar 200 hingga 270 buku dan artikel dalam berbagai bidang ilmu. Karya-karya tersebut antara lain:
    1.    Dalam bidang filsafat: Al-Kindi ila al-Mu’tashim Billah fi al-Falsafah al-Ula, al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Manthiqiyyah wa al-Muqtashah wa ma Fawqa al-Thabi’iyyah, Fi Annahu la Tanalu al-Falsafah illa bi ‘Ilmi al-Riyadliyyah, Fi Qashd Aristhathalis fi al-Maqulat.
    2.    Dalam bidang astronomi: Al-Manazhir Al-Falakiyyah, Mahiyatul Falak, Risalah Fi Shifatil Istharlab Bil Handasah, Risalah Fi Syuruq Al-Kawakib wa Ghurubiha bi Al-Handasah, Risalah Fi Shina'ati Bathlimous Al-Falakiyyah, Tanaha Jarmul ‘Alam, Risalah Fi `Ilalil Audha' An-Nujumiyyah.
    3.    Dalam bidang ilmu pengetahuan alam: Ilmu Ar-Ra'di wa Al-Barqi wa Ats-Tsalji wa Ash-Shawa'iq wa Al-Mathar, Fil Al-Bashariyyat, Risalah Fi Zarqati As-Sama, Fi Al-Ajraam Al-Ghaishah.
    4.    Dalam bidang kimia dan kimia industri serta ilmu pertambangan: Tanbih Ala Khada' Al-Kimiya'iyyin, Risalah Fi Anwa' Al-Ma'adin Ats-Tsaminah, Kimiya' Al-Ithr Wat Tash'idat, Shina'atiz Zujaj, Ma Yudhafu min Madah ala Shina' at As-Suyuf Hatta Ta'hudz Shalabataha, Al-Jawahir wal Ashbah, Risalah Fi Anwa' i Al-Hijarah, Shina'at Al-Alwan, Shina' at As-Suyuf.
    5.    Dalam bidang matematika: Mabadi' Al-Hisab, Al-Hisab Al-Handasi, Risalah Fi Al-Ihtimalat, Fi Isti'mali Al-Hisab Al-Hindi, Al-Hail Al-Adadiyyah Wa Ilmu Adhmariha, Risalah Fi Al-Qiyasat.
    6.    Dalam bidang Ilmu Geometri: Al-Barahin Al-Masahiyyah, Ishlah Iqlids, Qismah Ad-Dairah Bi Ats-Tsalatsat Aqsam, Aghradh Kitab Iqlids, Taqsim Al-Mutsallats Wa Al-Murabba, Risalah Fi Tashthih Al-Kurrah, Kaifa Ta'mal Dairah Musawiyah li Sathhi Isthiwanah Mafrudhah,
    7.    Dalam bidang Musik: Risalah Fi Al-Iqa, Risalat Al-Madkhal Ila Shina'ati Al-Musiqa, Risalah Tartib An-Nagham.
    8.    Dalam bidang kedokteran: Ath-Thib Al-Bagruthi, Ath-Thib Ar-Rauhani, Tadbir Al-Ashihha,  Waj'u Al-Maidah wan Naqus, Ilaj Ath-Thahl, Al-Maut Al-Mufaji, Al-Humayat, Illati Naftsid Dam, Udhdhati Al-Kalib.
    9.    Dalam bidang Farmasi: Al-Aqrabadzin, Al-Abkhirah, Al-Ghidza' Wa ad-Dawa’, Asyfiyat as-Samum, Kaifiyyati Ishal ad-Dawa’, dan lain-lain.

    Menurut Yakut al-Himawi, al-Kindi wafat setelah berusia 80 tahun atau lebih sedikit. Berdasarkan penelitian dari Mustahfa Abd al-Raziq (mantan rektor Al-Azhar) dalam buku Failasuf Arab wa al-Muallim Tsani, al-Kindi wafat sekitar tahun 252 H/866 M.

    B.        Pemikiran Filsafat al-Kindi
    Al-Kindi dikenal sebagai Filsuf Arab karena dialah yang pertama kali memakai metode baru dalam mengungkap bidang-bidang baru. Terdapat sebuah catatan yang menyebutkan bahwa sebelum al-Kindi, ada nama Iransyahri yang disebut sebagai  filsuf. Al-Kindi dianggap sebagai filsuf pertama dalam sejarah Islam karena ia dianggap mampu merumuskan apa itu filsafat Islam secara sistematis. Paling tidak ada dua kontribusi besar yang diberikan al-Kindi kepada filsafat Islam, pertama, meletakkan dasar pemikiran yang nantinya dikembangkan oleh filsuf-filsuf setelahnya, seperti al-Farabi dan Ibnu Sina. Kedua, usahanya dalam menjembatani antara pengetahuan luar (rasional murni) dengan Islam.
    Dalam konteks pemikiran filsafat, salah satu agenda yang diusung al-Kindi adalah upaya untuk memperkenalkan filsafat ke dalam dunia Islam. Semua ini tak terlepas dari realita kala itu yang menunjukkan bahwa ada banyak kalangan umat Islam yang masih antipati terhadap filsafat yang berasal dari peradaban Yunani karena dianggap bertentangan dengan ajaran agama. Bagi al-Kindi, antara agama dan filsafat sebenarnya tidaklah bertentangan, sebab baik agama maupun filsafat adalah ilmu yang mengulas tentang kebenaran. Di satu sisi, ilmu filsafat membahas tentang ketuhanan, keesaan-Nya, dan keutamaan serta membahas apa-apa yang bermanfaat bagi manusia, sementara di sisi yang lain hal-hal tersebut juga dibawa oleh para rasul Allah yang menetapkan keesaan Allah dan mengajarkan sesuatu yang bermanfaat bagi manusia.
    Karena alasan itulah al-Kindi juga menantang siapapun yang tidak senang terhadap filsafat. Menurutnya, jika ada yang orang yang mengatakan bahwa filsafat itu tidak diperlukan, mereka harus memberikan argumen dan menjelaskannya. Padahal usaha untuk mengemukakan argumen itu sendiri sejatinya bagian dari pencarian pengetahuan tentang hakikat sesuatu. Untuk sampai pada maksud itu, secara logika, mereka memerlukan pengetahuan filsafat. Jadi kesimpulannya, filsafat itu harus dimiliki dan dipelajari.
    Al-Kindi sendiri mendefinisikan filsafat sebagai sebuah pengetahuan tentang segala sesuatu sejauh jangkauan pengetahuan manusia. Jadi meskipun al-Kindi menganjurkan untuk mempelajari filsafat, namun ia tetap menyatakan dengan tegas bahwa filsafat memiliki keterbatasan karena ia (filsafat) tidak bisa mengatasi problem semisal mukjizat, surga, neraka, dan kehidupan akhirat. Maka—menurut al-Kindi—fungsi filsafat sesungguhnya bukan untuk menggugat kebenaran wahyu atau untuk menuntut keunggulan atau persamaan dengan wahyu. Dalam semangat ini pula, seperti yang akan kita lihat, al-Kindi mempertahankan penciptaan dunia ex nihilio, kebangkitan jasmani, mukjizat, keabsahan wahyu, kelahiran dan kehancuran dunia oleh Tuhan.
    Dalam konteks jiwa, al-Kindi membagi daya jiwa menjadi tiga: daya bernafsu (appetitive), daya pemarah (irascible), dan daya berpikir (cognitive atau rational). Sebagaimana Plato, al-Kindi membandingkan ketiga kekuatan jiwa ini dengan mengibaratkan daya berpikir sebagai sais kereta dan dua kekuatan lainnya (pemarah dan nafsu) sebagai dua ekor kuda yang menarik kereta tersebut. Jika akal budi dapat berkembang dengan baik, maka dua daya jiwa lainnya dapat dikendalikan dengan baik pula. Orang yang hidupnya dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu birahi dan amarah oleh al-Kindi diibaratkan layaknya anjing dan babi, sedang bagi mereka yang menjadikan akal budi sebagai tuannya, mereka diibaratkan sebagai raja.
    Terkait dengan falsafah Metafisika (Ketuhanan) dan Alam Semesta, al-Kindi menyatakan bahwa alam ini dijadikan Tuhan dari tiada menjadi ada (creatio ex nihilio) dan sekaligus mengatur dan mengendalikan serta menjadikan sebagian alam menjadi sebab bagi alam lainnya. Menurut al-Kindi, di alam semesta ini terdapat benda-benda yang dapat ditangkap oleh panca indera. Benda-benda ini merupakan bagian dari juz`iyah (partikular) yang tak terhingga. Setiap benda mempunyai 2 hakekat, yakni hakekat sebagai juz`i (disebut aniah) dan hakekat sebagai kulli (disebut mahiah), yaitu hakekat yang bersifat universal dalam bentuk genus dan species. Namun menurut al-Kindi, bukan juz`iyah yang tak terhingga banyaknya itu yang penting, melainkan hakekat yang terdapat dalam juz`iyah itu, yang disebut dengan kulliah (universal).
    Bagi al-Kindi, Tuhan tidak memiliki hakekat dalam arti aniah sebab Tuhan tidak tersusun dari materi dan bentuk serta tidak termasuk dalam benda-benda yang ada di alam: Tuhan adalah Sang Pencipta alam. Tuhan juga tidak mempunyai hakekat dalam pengertian mahiah sebab Tuhan tidak termasuk dalam species dan genus. Tuhan adalah wujud yang Mahasempurna dan tidak didahului oleh wujud lain. Tuhan adalah Unik dan menjadi al-Haq al-Awwal. Wujud Tuhan tidak pernah berakhir, sedangkan wujud lain ada karena adanya wujud Tuhan. Tuhan adalah al-Haq al-Wahid Yang Mahaesa yang tidak dapat dibagi-bagi dan tidak ada zat lain yang menyerupai Tuhan dalam hal apapun. Selain Tuhan, akan mengandung arti banyak dan menjadi bagian dari golongan species dan genus. Tuhan tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan.
    Berangkat dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa gagasan-gagasan filosofis al-Kindi masuk dalam aliran peripatetik (masya’iyah). Peripatetisme Islam dibangun atas dasar Aristotelian dan Neo-Platonisme dengan berbagai revisi dan inovasi. Metode epistemologi peripatetik yaitu demonstrasional (diskursif-logis). Prosedur untuk pengambilan kesimpulan (silogisme) dari mempersandingkan dua premis yang telah disepakati sebagai kebenaran dan tidak perlu lagi dipersoalkan (primary truth). Dari sini kemudian diperoleh kebenaran-kebenaran yang pada gilirannya, akan menjadi premis-premis baru bagi silogistik selanjutnya. Dan begitu seterusnya.


    [1] Meski tak ada keterangan pasti tentang tanggal lahir al-Kindi, namun diperkirakan beliau hidup semasa dengan pemerintahan Daulah Abbasiyah saat dipimpin oleh al-Amin (809-813 M); al-Ma`mun (813-833 M); al-Mu`tashim (833-842 M); al-Watsiq (842-847 M); dan al-Mutawakkil (847-861 M).

    No comments:

    Post a Comment

    Most Popular

    Featured Post

    Kisah Cinta Habibie-Ainun

    Nama lengkapnya adalah Hasri Ainun Besari, namun kemudian lebih dikenal sebagai Ainun Habibie. Dia adalah perempuan yang selalu ada d...

    Fashion

    Beauty

    Travel